Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Perang Siber Pemilu 2024, Akankah Polarisasi Politik di Pemilu 2019 Terulang?

Foto : The Conversation/Shutterstock

Ilustrasi pasukan siber.

A   A   A   Pengaturan Font

Berdasarkan penelitian kami tentang Pemilu 2019, ada pasukan siber yang bekerja untuk kedua calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) yang maju saat itu: Prabowo Subianto dan Joko "Jokowi" Widodo.

Berdasarkan wawancara mendalam terhadap puluhan pasukan siber yang merupakan pendukung dua pasangan capres-cawapres yang bersaing dalam Pemilu 2019 dan analisis big data dari jutaan percakapan di media sosial, kami menemukan bahwa mereka tidak segan-segan memanfaatkan berita palsu, ujaran kebencian, dan politik identitas yang saat itu bergejolak di tengah masyarakat. Ini pada akhirnya tidak hanya menjauhkan kampanye dari substansi, namun juga memicu polarisasi politik.

Kami menemukan bahwa pasukan siber menggunakan berbagai stigma berbasis identitas. Misalnya, pasukan siber pendukung Prabowo kerap melabelkan Jokowi sebagai komunis dan menonjolkan kedekatan Jokowi dengan Cina-yang merupakan negara yang menerapkan ideologi komunisme.

Sementara itu, pasukan siber pendukung Jokowi juga menyerang kubu Prabowo dengan memainkan isu mengenai gerak-gerik paslon yang bisa menjadi perbincangan publik. Misalnya mempertanyakan apakah Prabowo menunaikan salat Jumat, membahas momen ketika Sandiaga Uno-cawapres Prabowo-berwudhu menggunakan gayung, dan menciptakan rumor yang menyerang orientasi seksual putra Prabowo. Hal-hal tersebut, menurut pasukan siber, bisa menjadi trending topic dan memicu perdebatan di dunia maya.

Hasil wawancara tersebut mengungkapkan bahwa politik identitas terkait agama digunakan untuk menyerang satu sama lain.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top