Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kondisi Perekonomian I Jika Tidak Punya Industri Nasional, Mustahil Lakukan Diversifikasi

Pemimpin Bersikap "EGP" Tidak Peduli dengan Masa Depan Negara

Foto : ANTARA/ARIF FIRMANSYAH

PENYALURAN BANSOS TIDAK BISA TERUS MENERUS I Penyaluran bantuan sosial (Bansos) cadangan beras pemerintah di Kantor Pos Bogor, Jawa Barat, belum lama ini. Bansos tidak bisa dilakukan terus menerus karena tidak produktif. Lebih baik dana APBN itu digunakan untuk membangun pertanian dan memajukan sektor riil dan UMKM, yang dananya akan balik ke negara dalam bentuk pajak dan devisa bila produknya di-ekspor.

A   A   A   Pengaturan Font

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, pada Jumat (19/4), mengatakan di sisi lain, rakyat saat ini hidup susah, kondisi keuangannya mayoritas sangat lemah, bahkan daya belinya habis sama sekali.

Dalam kondisi seperti itu, tidak ada satu pun negara di dunia, kecuali Indonesia, yang memberikan bantuan sosial (bansos) secara rutin. "Tidak ada yang memberlakukan itu, karena uang hilang dan tidak menghasilkan produktivitas apa pun, hanya untuk makan dari hari ke hari. Mana ada negara di dunia yang belanja negaranya (APBN) habis untuk makan, tanpa produktivitas," kata Aditya.

Makanya, sistem komunisme dan sosialis tidak akan bisa bertahan. Hal itu yang mendorong Tiongkok membuka pasar dengan memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Melalui cara itulah, rakyat bisa mengembalikan bantuan negara dengan pendapatan dan kontribusi pajak. Apalagi kalau ekspor bisa berkontribusi dalam perolehan devisa.

"Tapi kalau untuk makan dan konsumsi, ya habis. Apa mau tiap bulan bikin bansos? Terus bagaimana nanti uang kita? Makanya, uang ratusan triliun atau bahkan ribuan triliun rupiah untuk konsumsi impor tidak menghasilkan apa-apa. Berbeda kalau belanja negara untuk membangun pertanian dan memajukan sektor riil dan UMKM itu akan balik ke negara," katanya.

Sayangnya, kata Aditya, pemerintah sudah bertahun-tahun tidak mau belajar dari kesalahan, malah terus berulang. Rupiah jebol bukan karena perang di Timur Tengah, tapi lebih berkaitan dengan perekonomian nasional yang buruk. Kalau kreditur menjual surat utang Indonesia, hal itu karena mereka melihat ada surat utang negara lain yang lebih menjanjikan.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top