Sabtu, 30 Nov 2024, 02:15 WIB

Pemerintah Jangan Malu Membatalkan Kenaikan PPN

YB. Suhartoko Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya - Jika PPN dinaikkan otomatis harga akan meningkat dan tentu saja dengan penurunan daya beli akan menurunkan permintaan, dampak selanjutnya penurunan volume transaksi pasar.

Foto: istimewa

» Jika tidak direvisi, kenaikan PPN menjadi 12 persen berisiko memperburuk daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.

» Keputusan menaikkan tarif PPN beberapa waktu lalu situasinya saat itu berbeda dengan sekarang.

JAKARTA– Pemerintah dan DPR jangan tutup mata menyikapi penolakan dari masyarakat mengenai rencana memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12 persen pada awal Januari 2025 dari tarif 11 persen saat ini.

Pemerintah juga diminta tidak malu merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) kalau menyadari akan dampak negatif dari kenaikan tarif PPN lebih besar dibanding manfaat yang diharapkan.

Pakar Kebijakan Publik yang juga pengamat ekonomi dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, di Jakarta, Jumat (29/11), mengatakan pemerintah seharusnya menjadi pihak yang mengambil inisiatif revisi lebih dahulu karena kenaikan tarif PPN ini diatur dalam UU HPP yang merupakan bagian dari kebijakan fiskal.

“Sepertinya ada unsur di pemerintahan yang sepertinya bersikukuh untuk menaikan PPN,” katanya.

DPR juga, kata Achmad, semestinya memanfaatkan hak inisiatifnya untuk mengajukan revisi UU HPP. Apalagi, mereka melihat bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

Achmad mengatakan inisiatif revisi harus diambil sebelum penerapan kenaikan PPN pada 1 Januari 2025. Jika tidak direvisi, kenaikan PPN menjadi 12 persen berisiko memperburuk daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.

Pada kesempatan terpisah, Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, berharap rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dibatalkan.

“Saya kira Kadin memiliki data yang valid terhadap kondisi perekonomian masyarakat dan dunia usaha khususnya usaha dalam negeri yang masih merangkak bangkit dari keterpurukan,”ungkapnya.

Jika tarif PPN naik 12 persen, terang Badiul, akan berimbas pada kenaikan harga barang dan jasa. Pada akhirnya akan berakibat pada daya beli masyarakat. Situasi itu juga dapat membebani dunia usaha khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung perekonomian.

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YB. Suhartoko, mengatakan di tengah situasi potensimenurunnya pertumbuhan ekonomi dan penurunan permintaan sepatutnya pengenaan PPN 12 persen ditunda bahkan dibatalkan. Sebab tidak hanya akan memukul konsumen, tetapi juga produsen.

“Jika PPN dinaikkan otomatis harga akan meningkat dan tentu saja dengan penurunan daya beli akan menurunkan permintaan, dampak selanjutnya penurunan volume transaksi pasar,” kata Suhartoko.

Situasinya Berbeda

Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Arsjad Rasjid, juga mendesak agar rencana kenaikan tarif PPN ditunda.“Kita harus menyuarakan untuk menunda, menunda PPN 12 persen ini karena dengan kondisi yang ada,” kata Arsjad dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (29/11).

Kadin menyarankan kepada pada pemerintah untuk mempelajari kembali PPN 12 persen karena dampak langsungnya ke konsumer ini. “Jadi bukan hanya ke dunia usaha, tetapi langsung ke masyarakat,” katanya.

Lebih lanjut, Arsjad menguraikan kalau keputusan menaikkan tarif PPN beberapa waktu lalu situasinya saat itu masih berbeda dengan sekarang.

“PPN 12 persen waktu diputuskan kondisi ekonomi kita berbeda. Keadaan situasinya pada waktu itu sangat-sangat berbeda sekali. Sekarang keadaannya sangat berbeda dengan pada waktu keputusan PPN 12 persen diputuskan kurang lebih tiga tahun yang lalu," kata Arsjad.

Selain itu, kondisi ekonomi global saat ini dalam situasi ketegangan geopolitik yang sangat tinggi, serta daya beli di Amerika Serikat (AS) yang mengalami penurunan.Hal terpenting yang harus dijaga adalah perekonomian domestik yang menjadi penjaga perekonomian nasional.

“Walau bagaimanapun, kita harus bisa memastikan bahwa yang namanya ekonomi domestik kita jaga,” kata Arsjad.

Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan pemerintah berencana untuk mengundur kenaikan tarif PPN dari semula 1 Januari 2025 hingga batas waktu yang belum ditentukan. Pemerintah berencana untuk memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial ke kelas menengah.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: