Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 22 Agu 2017, 06:00 WIB

Pancasila Ada pada Diri Setiap Rakyat Biasa

keliling indonesia - Liberius Langsinus (kanan) pada Oktober 2011 hingga Oktober 2012 keliling Indonesia mencari Kesaktian Pancasila dan menemukannya di setiap pribadi rakyat biasa. Sayang, Pancasila justru hilang di setiap gedung pemerintah.

Foto: Koran Jakarta /eko sugiarto putro

Liberius Langsinus, kelahiran Kabupaten Sika, Flores, Nusa Tenggara Timur, pada 1 Oktober 2011 memulai keliling Indonesia. Dengan bermodal uang 400 ribu rupiah dan sepeda motor Supra Fit, Liberius bertekad mencari Kesaktian Pancasila dengan berkeliling ke seluruh Nusantara.

Perjalanan dimulai ke barat menyusuri Jawa, Sumatera, hingga Aceh, lalu menyeberang terus hingga Kalimantan, Sulawesi, ke Papua, dan kembali sampai di rumah pada Oktober 2012 dengan penemuan yang ia sebut sebagai penemuan mahadahsyat. Pancasila ada di setiap pribadi manusia di seluruh pelosok Nusantara.

"Jadi, jangan khawatirkan rakyat Indonesia, negeri ini sumpah darah daging pemuda Indonesia. Suatu hari rakyat akan melahirkan pemuda hebat luar biasa yang akan membawa negeri ini keluar dari kejahatan pejabat negara," kata Liberius, di kontrakannya di Desa Sidorejo, Kecamatan Godean Km 12, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Bagi Liberius, Kesaktian Pancasila yang dia temukan bukanlah pada peristiwa-peristiwa gaib yang mengiringi perjalanannya, namun peristiwi-peristiwa kecil sepanjang jalan saat ia bertemu dengan penduduk biasa. Liberius sering tidur di pinggir jalan, tapi selalu saja ada warga yang mengajak ke rumah mereka, memberinya makan, mengajaknya bertukar pikiran.

"Mereka selalu bilang, ayo makan, jangan malu. Anak saya juga di perantauan, nanti orang kasih makan. Itu bukan satu dua penduduk, tapi 99 persen rakyat Indonesia yang saya temui punya sifat-sifat yang mirip, yakni tepo sliro, empati, orang lain sakit dirinya ikut merasa sakit," katanya.
Dua kali Liberius kecelakaan yang membuatnya masuk rumah sakit dan motornya hancur. Tapi, dua kali pula warga menyelamatkannya dari kematian, membuat motornya jadi baik kembali. Salah satunya saat ia berada di Aceh, di mana mayoritas warganya adalah muslim, sementara dia hitam legam dan Nasrani.

Hati Nurani

Mayoritas warga tidak hafal Pancasila dan tidak mengerti apa-apa saja kandungan Pancasila. Tapi, seturut pengalaman Liberius, rakyat Indonesia memiliki apa yang disebut Bung Karno dalam Pembukaan UUD 1945 yakni hati nurani yang luhur.

Pancasila, menurut Liberius, adalah sebenar-benarnya genetik yang terkandung dalam darah rakyat Indonesia, diabstraksi oleh para pendiri bangsa menjadi fondasi negara, tapi kemudian justru dimanipulasi oleh para penyelenggara negara.

"Rakyat tidak mengerti Pancasila, tapi mereka menjalani hidup sehari-hari dengan itu, sementara pejabat ini mengerti Pancasila, mereka bersumpah, tapi mereka merusak Pancasila," katanya.

Para pejabat negara itu hafal geografi dan tahu pentingnya Pancasila, tapi 90 persen kantor pemerintahan yang ia ampiri dalam perjalanan selalu menolaknya. Menganggap apa yang sedang ia cari, Kesaktian Pancasila, adalah hal yang lucu. Malah, terlalu sering Liberius yang dekil dan hitam legam itu dianggap sebagai pengemis yang sedang berpura-pura.

Sebaliknya, hanya 3 persen sekolah dan kampung di seluruh pelosok Indonesia yang menolak kehadirannya. Setiap sekolah yang ia masuki mayoritas membuka pintu gerbang dan ruang kelasnya untuk berdialog bersama.

Di Palembang, Liberius mendapat sambutan luar biasa dari pemuda setempat. Di sebuah gereja ia bahkan dibaptis dengan nama baru yakni Bung Pancasila. Sejak itulah, Liberus lebih dikenal sebagai Bung Sila. Dia kini aktif mengampanyekan Pancasila di sela-sela kuliah S-2 Budaya dan Religi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Hidupnya sebagai aktivis Pancasila tidak mudah. Dengan dukungan beberapa teman ia bisa ngontrak di rumah sederhana berharga tiga juta rupiah setahun di sebuah kampung yang berada di pelosok barat Kota Yogyakarta.

Tahun lalu, Bung Sila menikahi putri kelahiran Adonara Flores Timur, Gabriela Lulit Lagadoni, yang baru tiga bulan ini anaknya lahir dan dia beri nama Merdeka Sakti Nusantara. Gabriela seorang guru fisika berstatus Pegawai Negeri Sipil di Flores.

Saat ini bisa berada di Yogyakarta dengan mengambil cuti melahirkan. Bung Sila berusaha mengurus kepindaan istrinya ke Yogyakarta. Jika itu tidak bisa, Bung Sila akan kembali ke Flores karena ia harus membesarkan Merdeka, anaknya.

"Di mana pun berada, sebagai komponen anak bangsa, kita musti berikan hal yang kita punya pada bangsa. Dengan cara kecil, tapi cinta yang besar kita bisa selamatkan negeri ini. Saya telah wakafkan diri saya untuk Pancasila," kata Bung Sila. eko sugiarto putro/N-3

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.