Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 22 Nov 2017, 00:01 WIB

Pacu Manufaktur untuk Cegah Stagnasi Pertumbuhan

Foto: Sumber: BPS – Litbang KJ/and

Stagnasi pertumbuhan lima persen bisa timbulkan fenomena "tua sebelum kaya".

Kontribusi manufaktur terhadap PDB mesti dikembalikan ke kisaran 25 persen.

JAKARTA - Perekonomian Indonesia dinilai tidak cukup jika hanya tumbuh stagnan di kisaran 5 persen karena akan menimbulkan beban fiskal, setelah berkurangnya produktivitas masyarakat dan masih rendahnya pendapatan per kapita.

Guna mengantisipasi jebakan stagnasi pertumbuhan itu, pemerintah diharapkan memacu pembangunan industri manufaktur sehingga kembali memiliki kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja. Ancaman stagnasi pertumbuhan itu diungkapkan oleh mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, dalam paparan ekonomi di Jakarta, Selasa (21/11).

Menurut dia, gejala stagnasi pertumbuhan ekonomi 5 persen itu bisa menimbulkan fenomena "tua sebelum kaya". Fenomena itu menggambarkan beban anggaran negara yang bertambah karena populasi penduduk dengan usia yang tak lagi produktif, lebih banyak dibanding penduduk usia produktif.

Chatib memperkirakan fenomena itu bisa terjadi di 2050 ketika negara harus mengucurkan anggaran untuk jaminan kesehatan bagi banyak penduduk usia tua. Anggaran itu tentunya harus dibiayai dengan penerimaan negara yang memadai.

"Kalau tua sebelum kaya, beban negara dengan aging population yang sudah berhenti kerja jadi nggak bayar pajak dan masih hidup, butuh kesehatan dari BPJS Kesehatan. Harus ada beban fiskal yang besar," papar dia.

Chatib menyebutkan fenomena serupa juga bisa dialami Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Namun, mereka punya bekal memadai karena pendapatan penduduknya mencapai 40 ribu dollar AS per kapita.

Apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 5 persen, maka pada 2050 pendapatan per kapita hanya di kisaran 20 ribu dollar AS, sementara jumlah penduduknya sangat banyak. Saat ini ada di urutan keempat dunia setelah Tiongkok, India, dan AS.

"Bedanya ketika mereka masuk aging population, income per kapitanya 40 ribu dollar AS. Indonesia di 2050 kalau lima persen pertumbuhannya baru 20 ribu dollar AS. Ini supaya pertumbuhannya dipercepat," tukas Chatib.

Pada 2016, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,02 persen, dan pada 2017 target pemerintah adalah 5,2 persen. Selama ini, konsumsi rumah tangga menjadi motor utama pertumbuhan.

Hentikan Deindustrialisasi

Sementara itu, peneliti ekonomi Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan Indonesia masih memiliki kesempatan untuk mencegah stagnasi pertumbuhan. "Untuk pertumbuhan ekonomi yang paling penting kontribusi industri manufaktur harus dikembalikan, paling tidak 25 persen terhadap PDB.

Jadi, deindustrialisasinya harus dihentikan, kembali ke manufaktur. Dengan demikian tenaga kerjanya meningkat," papar dia. Bhima menjelaskan setiap satu persen pertumbuhan ekonomi seharusnya bisa menyerap 500 ribu tenaga kerja baru.

Artinya, selain pertumbuhan yang bertumpu pada industri manufaktur, kualitasnya meningkat. Menurut dia, jika sumbangan industri manufaktur bisa dikembalikan hingga 25 persen terhadap PDB akan mendorong pertumbuhan ekonomi rata-rata tujuh persen.

Dengan pertumbuhan sebesar itu hingga 2050, maka pendapatan per kapita bisa mencapai 30 ribu dollar AS. "Sekarang share manufaktur terhadap PDB sekitar 19 persen. Pertumbuhan industri di kuartal II-2017 hanya 4,8 persen.

Harusnya bisa lebih dari pertumbuhan ekonomi, tapi ini terus mengalami penurunan di bawah pertumbuhan ekonomi," ungkap Bhima. Dia memaparkan beberapa prasyarat yang dibutuhkan untuk menuju pemulihan industri manufaktur, antara lain industri yang memiliki inovasi teknologi harus memiliki preferensi insentif fiskal.

Di sisi lain, pemerintah juga diminta untuk menyiapkan tenaga kerja yang siap dan terampil. "Yang paling penting, hambatan industri seperti infrastruktur dasar, energi, dan sebagainya mesti diatasi. Semuanya sudah ada di paket kebijakan, tapi nggak jalan," tukas Bhima. ahm/WP

Redaktur:

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.