Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Motret Pariwisata "Tempo Doeloe"

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Perlu mengusut istilah yang bertemali dengan bidang pariwisata agar lebih gamblang. Berabad silam, menyeruak terminologi traveller (Ingg.) yang mengandung arti: orang (yang) bepergian. Serupa istilah reiziger (Bel) yang artinya orang bepergian/melakoni perjalanan. Arti lain dari traveller dan reiziger, pelancong tergantung konteksnya karena tidak seluruh traveller merupakan pelancong. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "melancong" berarti bepergian untuk bersenang-senang.

Sedang riset Achmad Sunjayadi (2017) mengatakan, di Hindia Belanda dan negeri induk Belanda mengenalkan dua terminologi berlainan untuk pariwisata di pengujung abad XIX dan awal abad XX. Di Indonesia memakai istilah toeristenverkeer (lalu lintas wisatawan) yang memuat makna toerisme (pariwisata). Sedangkan di Belanda akrab istilah vreemdelingenverkeer (lalu lintas orang asing) yang lantas mengalami pergeseran makna menjadi toerisme (pariwisata).

Sebelum terminologi toeristenverkeer dipopulerkan, di Nusantara sempat menggunakan istilah vreemdelingenverkeer. Perbedaan ini perlu dicermati lantaran kosakata vreemdelingen (orang asing) yang dipakai di Belanda selanjutnya mengacu pada toeristen (wisatawan). Bila ditelisik dari segi makna, para wisatawan (toeristen) di negeri Belanda dituding sebagai orang asing kendati tidak semua pelancong merupakan orang asing.

Di Hindia Belanda sebelum mencomot istilah toeristenverkeer, terdapat sepucuk artikel di koran Bataviaasch Nieuwsblad (1905) memasang istilah vreemdelingenverkeer. Artikel ini mengulas ancangan pembentukan perhimpunan bermisi membenihkan vreemdelingenverkeer. Tapi, bukan berarti pendirian organisasi ini bernafsu memancing vreemdelingen (orang asing) menjejakkan kaki di tanah koloni seperti Solo (Candi Cetho dan Candi Sukuh). Misi yang didekap sejatinya menyuburkan minat penduduk (orang Eropa/Belanda) di Jawa untuk mengunjungi Surakarta dengan tujuan lanjutan mengetuk minat orang asing.

Perkara pariwisata zaman kolonial tidaklah sederhana. Achmad Sunjayadi mengajak mencermati kasus bersalinnya konsep vreemdelingenverkeer (lalu lintas orang asing) menjadi toeristenverkeer (lalu lintas wisatawan). Pengertian vreemdelingenverkeer yang sebelumnya dipakai pemerintah kolonial Belanda berganti menjadi toeristenverkeer yang bermakna toerisme (pariwisata).
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top