Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jumat, 15 Des 2017, 01:00 WIB

Melihat Proses Pembangunan Gedung Sate

Foto: Koran Jakarta/Teguh Rahardjo

Kota Bandung memiliki banyak bangunan tua bersejarah atau heritage dan hingga saat ini kondisinyapun masih bagus. Selain masih kokoh berdiri, bangunan tua yang kebanyakan dibangun pada zaman kolonial Belanda itu diarsiteki insinyur Belanda.

Gedung Sate, salah satu bangunan heritage di Bandung, saat ini bangunan tersebut masih berdiri kokoh dan tetap seperti bentuk aslinya seperti pertama kali dibangun Belanda. Gedung Sate adalah ikon khas Jabar. Tidak klop jika berkunjung ke Bandung tapi tidak mampir di sini.

Gedung yang dibangun mulai tahun 1920 ini memiliki ciri khas yakni ornamen tusuk sate pada menara sentralnya. Gedung berwarna putih bersih ini pada masa kolonial Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB).

Gedung Sate kini telah berusia 97 tahun sejak peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Johana C. Coops, puteri sulung Wali Kota Bandung B. Coops, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia. Tepatnya pada 27 Juli 1920.

Selama empat tahun gedung bersejarah ini dibangun dengan diarsiteki antara lain Ir J Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir Eh De Roo dan Ir G Hendriks, serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol Pur VL Slors.

Dari Museum Gedung Sate diketahui jika pembangunan ini melibatkan ribuan pekerja. Sekitar 2.000 pekerja kasar atau kuli bangunan dipekerjakan. Mereka berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Coblong, Dago dan Cibarengkok yang sebelumnya pernah membangun Gedong Sirap (ITB) dan Gedong Papak atau Balaikota Bandung. Lalu pekerja lainnya yakni 150 orang di antaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu yang didatangkan dari Tiongkok.

Pembangunan yang memakan waktu empat tahun memang tergolong sangat lama. Saat menyambangi museum, baru diketahui mengapa pembangunannya begitu lama.

Museum Gedung Sate ini terletak di sayap timur dari Gedung Sate. Letaknya di lantai dasar. Di bagian dalam museum pengunjung akan mengetahui ternyata bangunan itu sama sekali tidak menggunakan bata merah, seluruhnya menggunakan batu belah.

Di dalam museum, ada bagian tembok yang sengaja dibobol untuk memberitahu jika dinding Gedung Sate ini memiliki tebal satu meter. Inilah yang menjadikannya sangat kuat, kokoh dan menjadi markas pejabat Belanda kala itu.

Bukan hanya ketebalan dindingnya yang mencapai satu meter, bangunan ini juga rupanya mengadopsi arsitektur candi, bangunan monumental luar negeri dan lainnya. Jadi sangat komplit. Wajar saja jika perlu waktu selama empat tahun untuk menyelesaikannya.

Adopsi Bentuk Candi
Selama kurun waktu 4 tahun pada September 1924 berhasil diselesaikan pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor pusat PT Pos, waktu itu.

Gedung Sate adalah bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl).

Misalnya bentuk kolom atau tiang beton serupa dengan kolom papyrus yang terdapat pada kuil Mesir seperti kuil Luxor. Terdapat juga kolom yang juga mengadopsi dengan bentuk tiang beton pada kuil Sri Maha Nageswari Amman India.

Gaya arsitektur Hindu-Budha juga jelas terlihat tiang di kanan dan kiri Gedung Sate, yang berbentuk segi delapan yang terbagi dalam tiga segmen vertikal.

Tangga terbuat dari lempengan batu yang menyerupai tangga pada Candi Pawon. Bingkai jendela menggunakan material batu dengan bentuk menyerupai relung candi. Pintu masuk utama Gedung Sate menyerupai gapura Candi Ratu Boko, terbuat dari lempengan batu dengan ukiran yang menghiasinya dan terdapat patung.

Tiga atap pada menara Gedung Sate menyerupai bentuk atap Bale Nyungcung, yakni bangunan umum pada masyarakat tradisional tatar Pasundan. Sementara kolom pada menara berbentuk persegi enam dengan susunan kolom mirip dengan menara Giralda di Spanyol. Lokasi ini dipakai untuk tempat sirine.

Ornamen yang mengelilingi teras menara merupakan gaya arsitektur mughal yang banyak ditemui di negara Asia Selatan seperti India, Pakistan dan Bangladesh. tgh/R-1

Seakan-akan di Atas Awan

Pengunjung yang datang ke museum juga dapat melihat Gedung Sate dari atas langit. Seolah-olah ia sedang naik balon udara.

Di dalam museum ini memang tersedia sebuah wahana unik yang menjadi incaran pengunjung. Seperti layaknya balon udara, pengunjung dapat mencoba untuk masuk dan kemudian memakai kacamata augmanted reality (AR). Saat memakai kacama itulah pengunjung tiba-tiba merasakan sedang terbang di atas gedung sate dengan menggunakan balon udara. Memang harus sabar mengantre karena wahana ini hanya dapat dimainkan satu orang.

Namun demikian, pengunjung yang tidak sempat mencoba, juga dapat ikut melihat di layar televisi yang dipajang di dinding tembok tidak jauh dari wahana ini. Jadi, apa yang dilihat pengguna wahana akan terlihat pula di layar televisi.

Di dalam juga terdapat lantai yang terbuat dari kaca. Rupanya jika diperhatikan lantai kaca itu juga mirip dengan layar televisi. Saat kita menginjaknya, maka seolah-olah sedang berada diatas gedung sate. Kita seakan-akan berada di atas awan dan melihat ke bawah adalah atap Gedung Sate.
Di dalam museum juga terdapat replika sirine. Sirine ini memiliki daya pancar suara sangat kuat sehingga dapat terdengar hingga ke wilayah Sumedang.

Ruangan kecil di dalam museum juga menjadi favorit pengunjung, yang merupakan ruang pemutaran film proses pembangunan Gedung Sate. Sementara sepanjang lorong yang ada dalam museum ditempeli poster terkait proses pembangunan Gedung Sate, sejarah para arsiteknya, hingga sejarah perjuangan para pemuda dalam mempertahankan Gedung Sate di masa perang kemerdekaan.

Museum ini buka setiap hari kecuali Senin. Buka mulai pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Sejak sepekan dibuka untuk umum, pengelola tidak mengutip tiket masuk. Pengunjung hanya mengisi daftar hadir dan akan mendapatkan gelang kertas sebagai tiket masuk.

Sejak dibuka, Museum Gedung sate ini sangat ramai dikunjungi warga Bandung dan sekitarnya. Bahkan seringkali banyak rombongan yang sengaja datang. Saat akhir pekan, museum ini pun ramai pengunjung. Agar nyaman, pengelola membatasi jumlah pengunjung yang masuk dengan cara digilir.
tgh/R-1

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.