Masing- masing Punya Potensi, Sinergi RI-Jepang Dapat Dorong Inovasi Atasi Perubahan Iklim
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.
Foto: ANTARA/HO-BPH MigasJAKARTA - Indonesia dan Jepang dapat menggabungkan potensi mineral yang melimpah, mendorong inovasi, dan berkontribusi pada upaya global untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
"Dengan menggabungkan sumber daya mineral Indonesia yang melimpah dengan keahlian teknologi Jepang, kedua negara dapat mendorong inovasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan juga berkontribusi pada upaya global dalam memerangi perubahan iklim,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam keterangan diterima di Jakarta, Sabtu (28/12).
Hal itu disampaikan Bahlil terkait penyelenggaraan Indonesia-Japan Energy Forum (IJEF) ke-8 sebagai ajang penting untuk memperkuat kerja sama strategis antara Indonesia dan Jepang di sektor energi pada Desember 2024.
- Baca Juga: BEI Lakukan Penyesuaian Tarif Seiring Kenaikan PPN
- Baca Juga: Target Rupiah 2024 Meleset
Indonesia, kata Bahlil, berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emission) dengan target global pada 2050, sementara Indonesia menetapkan 2060 sebagai batas waktu untuk mencapai target tersebut.
“Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam pengurangan emisi dengan target 915 juta ton CO2 pada 2030, termasuk kontribusi sektor energi sebesar 358 juta ton. Sementara itu pencapaian Indonesia pada 2023, di mana emisi berhasil dikurangi sebesar 128 juta ton melalui efisiensi energi, pengembangan energi terbarukan, dan teknologi rendah karbon,” katanya.
Sementara itu dalam ajang The 7th Indonesia China Energy Forum (ICEF), Bahlil menegaskan komitmen Indonesia untuk soal transisi energi sebagai terobosan utama dalam mewujudkan komitmen global guna mencapai dekarbonisasi. Indonesia bahkan menunjukkan sikap serius atas upaya tersebut kepada pemerintah Tiongkok.
"Kami telah mengembangkan Peta Jalan Emisi Nol Bersih atau net zero emission (NZE) yang komprehensif di sektor energi," ujarnya.
Terkait hal tersebut, pemerintah Indonesia menawarkan peluang kolaborasi kepada Tiongkok. Tawaran ini atas dasar besarnya potensi sumber daya Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang dimiliki oleh Indonesia, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kayan (13.000 MW) dan Mamberamo, Papua (24.000 MW).
"Ini sebuah potensi yang kita tawarkan ke Tiongkok untuk bisa berkolaborasi bersama. Ini tidak mungkin kita lakukan sendiri," kata Bahlil.
Aspek lain yang menjadi fokus pemerintah ke depan adalah keberadaan hilirisasi yang berorientasi pada energi hijau dan industri hijau, di mana implementasi kebijakannya adalah energi listrik.
Untuk itu, berdasarkan roadmap transisi energi, pemerintah Indonesia menerapkan strategi menuju karbon netral dari sisi suplai, seperti fokus pada pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, dan hidrogen.
Di samping itu, langkah lain yang diambil adalah penghentian pembangkit listrik batubara secara bertahap, dan penggunaan teknologi rendah emisi, yaitu teknologi CCS/CCUS.
Sementara dari sisi permintaan, antara lain pemanfaatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, pemanfaatan biofuel, dan penerapan manajemen energi.
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Membantah Akan Memaafkan Koruptor
- 2 Kemenag: Biaya Haji 2025 di Kisaran Rp80 Jutaan
- 3 Meskipun Kontribusinya Masih Kecil, EBT Diarahkan Dukung Swasembada Energi
- 4 Presiden Prabowo Ajak Umat Kristiani Bersyukur, Perayaan Natal di Tanah Air dalam Situasi Sejuk dan Nyaman
- 5 Prabowo dan Sri Mulyani Tiba di Kantor Kemenkeu di Tengah Rencana PPN Naik
Berita Terkini
- Pengamat: Pemberantasan Korupsi Butuh Langkah Konkret. Jangan Berubah Ubah!
- Wabah PMK Serang Ternak di Magetan
- Kurangi Kebergantungan BBM di Wilayah Timur, PLN EPI Kick Off Proyek Gasifikasi untuk 13 Pembangkit Gas
- Perkuat Daya Tempur Pasukan, TNI AD Fokus Pada Program Modernisasi Alutsista pada 2025
- Usut Tuntas, Kemlu RI Tanggapi Serius Pengaduan Pelecehan Seksual di KBRI Abuja