Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy Diadili atas Tuduhan Korupsi
Nicolas Sarkozy
PARIS - Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, Kamis (26/11) diadili terkait tuduhan korupsi. Sarkozy dituduh mencoba menyuap hakim untuk mendapatkan informasi tentang penyelidikan kampanye presiden 2007. Mantan kepala negara itu menegaskan ia tidak bersalah.
Tidak setiap hari kita menyaksikan seorang mantan presiden melangkah ke ruang sidang bersama pengacaranya untuk diadili. Adegan tidak biasa ini terjadi di Paris di mana Sarkozy menghadapi tuduhan penyuapan dan penyalahgunaan pengaruhnya.
"Sangat tidak biasa mantan kepala negara di Prancis dituntut karena korupsi. Mantan presiden Sarkozy dicurigai berusaha menyuap hakim senior untuk mendapat informasi dalam kasus hukum yang sedang berlangsung terkait Nicolas Sarkozy sendiri," papar Jean-Claude Beaujour pengacara asosiasi Prancis-Amerika.
Jaksa mengatakan Sarkozy menjanjikan pekerjaan prestisius di Monako kepada seorang hakim, untuk mendapat informasi orang dalam pada penyelidikan terpisah terkait tuduhan ia menerima pembayaran tidak sah dari pewaris L'Oreal, Liliane Bettencourt dalam kampanye presiden 2007. Sarkozy selalu membantah tuduhan tersebut.
Para hakim mendasarkan kasus mereka pada bukti rekaman percakapan telepon yang disadap antara Sarkozy dan pengacaranya. Bukti itu adalah bagian dari penyelidikan lain terkait dugaan Libya mendanai kampanye Sarkozy tahun 2007.
Mantan presiden Prancis yang menjabat satu periode ini mempersoalkan keabsahan penyadapan itu. Awal bulan ini ia membela diri dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Prancis BFMTV.
Sarkozy menyesalkan penyadapan semua kehidupan pribadinya. Menurutnya, sangat memalukan bahwa hak istimewa pengacara-klien tidak dihormati karena percakapan telepon dilindungi oleh yurisprudensi pengadilan HAM Eropa. "Saya bukan penjahat dan apa yang saya alami ini merupakan skandal," kata Sarkozy bersikeras.
Sidang terhadap Sarkozy diperkirakan akan berlangsung tiga pekan. Jika terbukti bersalah, Sarkozy bisa menghadapi hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda sebesar 1,2 juta dollar AS (sekitar 17 triliun rupiah). VoA/I-1
Redaktur : Ilham Sudrajat
Komentar
()Muat lainnya