![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Mahathir: Jangan Salahkan Saya Mundur dari PM Malaysia
Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.
Foto: The Straits TimesPETALING JAYA - Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad pada Sabtu (18/2) mengatakan dia tidak dapat disalahkan karena mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada 2020.
Mahathir mengatakan, saat itu dia mengundurkan diri karena kehilangan dukungan dari Partai Pribumi Bersatu Malaysia yang dia dirikan dan pimpin saat itu, harian Melayu Sinar Harian melaporkan, Sabtu (18/2).
"Saya mengundurkan diri karena partai saya menolak saya, dan biasanya dalam demokrasi, ketika kami ditolak oleh partai, kami mengundurkan diri.
"Selain itu, saya juga menyadari bahwa pemerintahan Pakatan Harapan akan jatuh karena pencela dari Bersatu dan PKR (Partai Keadilan Rakyat)," ujarnya merujuk pada partai-partai koalisi PH.
"Saya tidak mengerti mengapa orang menyalahkan saya karena mengundurkan diri sebagai PM.Mereka seharusnya menyalahkan mereka yang tidak mendukung pendirian saya."
Mahathir menambahkan, bahwa saat itu dia telah meminta Bersatu untuk mengambil pendekatan wait and see alih-alih meninggalkan PH.
"Sebaliknya, mereka menggebrak meja dan menyuruh saya meninggalkan PH sekarang, dan sepertinya mereka menolak saya," ujarnya.
Mahathir mengatakan ini ketika dia diminta untuk menanggapi pidato Raja Malaysia saat pembukaan sesi parlemen pada 13 Februari.
Dalam sambutannya, Sultan Abdullah Ahmad Shah mengatakan, kekacauan politik berkepanjangan yang melanda Malaysia selama empat tahun terakhir dapat dicegah jika anggota parlemen dan politisi mengesampingkan perbedaan mereka untuk melayani rakyat.
Tiga perdana menteri datang dan pergi di bawah pemerintahan Sultan Abdullah, karena serangkaian penggulingan dan pengunduran diri politik. Dimulai dari Mahathir Mohamad yang mengundurkan diri pada Februari 2020, diikuti Muhyiddin Yassin yang diangkat oleh Raja pada bulan berikutnya.
Setelah Muhyiddin mengundurkan diri pada Agustus 2021, Raja kembali dipaksa untuk memilih dan menunjuk perdana menteri baru, wakil presiden UMNO Ismail Sabri Yaakob.
Raja konstitusional yang memainkan sebagian besar peran seremonial dapat menunjuk siapa pun yang dia yakini akan memimpin mayoritas di Parlemen.
Pemilihan umum November lalu menghasilkan Parlemen yang belum pernah terjadi sebelumnya. Baik pemimpin oposisi Anwar Ibrahim maupun Muhyiddin tidak memenangkan mayoritas sederhana yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan. UMNO mengalami kekalahan terburuk dalam sejarah.
Setelah proposal Raja untuk Anwar dan Muhyiddin agar bekerja sama ditolak oleh Muhyiddin, dia kembali dipaksa untuk memilih perdana menteri berikutnya, Anwar. Demikian dilaporkan The Straits Times.
Koalisi PH Perdana Menteri membentuk pemerintah persatuan dengan mantan saingannya UMNO dan koalisi Barisan Nasionalnya. Sementara Perikatan Nasional pimpinan Muhyiddin tetap menjadi oposisi.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Lili Lestari
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Inter Milan Bidik Puncak Klasemen Serie A
- 2 Di Forum Dunia, Presiden Prabowo Akui Tingkat Korupsi Indonesia Mengkhawatirkan
- 3 Polda Kalimantan Tengah Proses Oknum Polisi dalam Kasus Penipuan Pangkalan Gas Elpiji
- 4 Program KPBU dan Investasi Terus Berjalan Bangun Kota Nusantara
- 5 India Incar Kesepakatan Penjualan Misil dengan Filipina Tahun Ini
Berita Terkini
-
ToT, AS akan Bantu Merancang Reaktor Nuklir untuk India
-
Kemenperin: Yakin Saja, Penggunaan Energi Ramah Lingkungan Jauh Lebih Hemat dibanding Fosil
-
Laudato Si’ di Indonesia: Menelusuri Akar Masalah Kerusakan Lingkungan dan Dampaknya Bagi Para Pengungsi
-
Drone Berhulu Ledak Hantam Pelindung Radiasi PLTN Chernobyl, Ukraina Tuding Russia
-
Presiden Targetkan 6 Juta Siswa Sudah Terima Program MBG Akhir Juli 2025