'Level Playing Field' Industri Media
Industri media massa terus berubah, bergerak cepat mengikuti perkembangan zaman. Pascareformasi 1998, memulai bisnis media menjadi mudah karena tidak lagi membutuhkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Media-media baru bermunculan bak cendawan di musim hujan.

Ket.
Doc: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Hanya dalam hitungan dua dasawarsa, situasinya berbalik. Satu per satu media cetak tutup, kalah bersaing dengan media online dan juga media sosial. Perkembangan berikutnya, banyak media online yang tidak berkembang selain kalah bersaing dengan media sosial dan sesama media siber, mereka juga dilindas oleh news aggregator seperti Babe (Baca Berita) dan Google.
Pertarungan antara media online penghasil berita dan news aggregator memang tidak seimbang. Media online bersusah payah mencari berita dengan menggaji wartawan dan menyiapkan fasilitas yang tidak murah, sementara news aggregator seperti Google dan Babe bisa mengambil berita media siber di mana pun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeser pun. Media online, terutama yang baru berkembang, hanya bisa pasrah karena mereka juga butuh "pemasaran" berita-berita yang mereka produksi.
Perkembangan pesat media sosial, mesin pencari, situs e-commerce, dan juga news aggregator benar-benar mengguncang media konvensional baik cetak, radio, dan televisi. Belum lagi pandemi Covid-19 menyebabkan berubahnya tingkah laku masyarakat, termasuk dalam mencari informasi. Hadirnya media sosial dan berbagai platform digital, membuat orang berbeda dalam cara berkomunikasi dan menyampaikan informasi. Kita semua sekarang bisa menjadi sumber berita yang cepat meskipun belum tentu kredibel.
Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi para publisher atau pelaku media karena sumber masyarakat mencari berita kini menjadi lebih banyak meskipun kredibilitasnya sebagian masih diragukan. Banyak berita di media sosial dimanipulasi karena tidak melalui self censorship yang ketat. Di sinilah diperlukan aturan main yang lebih transparan, adil, dan menjamin kesetaraan antara news aggregator dan perusahaan pembuat berita.
Gayung pun bersambut. Keresahan insan pers didengar pemerintah. Presiden Joko Widodo dalam sambutan pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2021 dari Istana Negara mengatakan, di tengah perkembangan teknologi yang masif dan cepat, diperlukan konvergensi dan level playing field, semua pelaku industri media mempunyai aturan yang sama. Sebagian aspirasi ini telah ditampung dalam UU Cipta Kerja yang saat ini Peraturan Pemerintah-nya baru terbit. Meski demikian, pemerintah masih membuka diri terhadap aspirasi dari awak media.
Dukungan kepada industri media dalam negeri juga disampaikan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Direktur Utama PT Telkom, Ririek Adriansyah, dalam webinar menyambut HPN mengungkapkan, pihaknya berencana membuat platform untuk distribusi konten media di tengah disrupsi platform digital asing.
Anda mungkin tertarik:
Semoga saja dukungan pemerintah untuk menciptakan level playing field dan dukungan PT Telkom terhadap industri media dalam negeri segera menjadi kenyataan. Sehingga slogan jurnalisme tidak akan pernah mati, tetap bertahan sampai kapan pun. Selamat Hari Pers Nasional.