Legislator: Badai PHK Lahirkan Generasi Cemas, Alih-alih Generasi Emas
Ilustrasi - Sejumlah buruh berjalan keluar dari pabrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu (3/6/2020).
Foto: ANTARA/M Ibnu ChazarJAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah untuk segera mengatasi masalah badai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di Indonesia. Ia mengingatkan pemerintah agar bergerak cepat mencari solusi karena angka pekerja yang di-PHK terus meningkat.
"Pemerintah jangan tenang-tenang saja, seolah tidak ada masalah. Salah satu faktor yang menyebabkan tumbangnya industri tekstil dan garmen dalam negeri adalah tidak kuat bersaing dengan barang impor Tiongkok. Impor barang dari Tiongkok harus diawasi dan diperketat," ujar Netty dalam keterangannya, Kamis (5/9).
Industri tekstil, garmen dan alas kaki merupakan sektor yang paling banyak melakukan PHK. Selain alasan tidak kuat bersaing dengan produk impor Tiongkok, juga karena kurangnya permintaan yang menyebabkan merosotnya produksi dalam tiga tahun terakhir.
Untuk itu, Netty menilai pemerintah harus melakukan pembenahan regulasi mengingat produsen dari Tiongkok bisa menjual produk dengan harga yang lebih murah lantaran adanya subsidi dan kemudahan aturan dari pemerintah negara mereka.
"Artinya ada regulasi yang menguntungkan (dari pemerintah Tiongkok). Selain itu, patut ditengarai adanya praktik jual dan impor ilegal yang masuk ke Indonesia. Kita harus cek bagaimana regulasi di Indonesia," ujar Legislator Dapil Jawa Barat VIII ini.
Netty pun meminta Pemerintah agar menyelidiki pengawasan produk impor serta memberantas praktik jual impor ilegal. "Jika kondisi ini dibiarkan, tentunya akan semakin banyak industri dalam negeri yang tumbang dan mem-PHK karyawannya," kata Netty.
Ia menyebut, pembiaran terhadap masalah badai PHK juga akan berdampak pada masa depan bangsa, karena tingginya angka pengangguran dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat. "Banyaknya PHK akan melahirkan generasi cemas, alih-alih generasi emas," tukasnya.
Oleh sebab itu, Ia meminta pemerintah membuat kebijakan yang mendorong dan mendukung perusahaan agar dapat menjalankan usahanya lebih sehat.
"Program job fair memang menarik antusias masyarakat, tapi tidak menyelesaikan masalah industri yang tumbang dan gulung tikar. Pemerintah harus fokus mengatasi masalah pada upaya perbaikan dan penyehatan perusahaan," sambung Netty.
Berdasarkan laman satu data Kemenaker, badai PHK mulai terlihat sejak tahun lalu di mana pada periode Januari-November 2023 terdapat 57.923 orang tenaga kerja yang terkena PHK. PHK paling banyak terjadi di Jawa Tengah.
Posisi kedua diikuti oleh DKI Jakarta, dan posisi ketiga Provinsi Banten. Khusus PHK di DKI Jakarta didominasi sektor jasa seperti restoran dan kafe. Sedangkan badai PHK di Jateng paling banyak terjadi di sektor manufaktur, tekstil, garmen, dan alas kaki.
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Hati Hati, Ada Puluhan Titik Rawan Bencana dan Kecelakaan di Jateng
- Malam Tahun Baru, Ada Pemutaran Film di Museum Bahari
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting
- Trump Tunjuk Produser 'The Apprentice', Mark Burnett, sebagai Utusan Khusus untuk Inggris
- Presiden Prabowo Terbitkan Perpres 202/2024 tentang Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional