KY Mendalami Vonis Bebas PN Jayapura Terkait Kasus Pencabulan Anak
- Komisi Yudisial (KY)
JAKARTA– Komisi Yudisial (KY) akan mendalami vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jayapura (23/1) kepada aparat kepolisian berinisial AFH, terdakwa kasus dugaan pencabulan terhadap anak.

Ket. Anggota sekaligus Juru Bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, menjelaskan perkembangan laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terhadap majelis hakim yang menangani perkara Harvey Moeis, di Jakarta, Rabu (8/1/2025)
Doc: ANTARA
Anggota KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (24/3), mengatakan pihaknya perlu menganalisis putusan majelis hakim terlebih dahulu, terutama bagian pertimbangan hukum, untuk mengetahui ada atau tidaknya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“KY perlu mempelajari putusan tersebut lebih dalam, terutama pertimbangan hakim yang menjadikan alasan tiadanya saksi sebagai dasar untuk membebaskan. Apakah tidak ada alat bukti lainnya yang diajukan oleh JPU dalam persidangan, misalnya visum dan lainnya? Dalam kasus pelecehan seksual, hakim perlu menggali fakta sebagai alat bukti lain,” kata dia.
Di sisi lain, Mukti membenarkan bahwa KY telah menerima laporan dugaan pelanggaran KEPPH terhadap majelis hakim PN Jayapura yang mengadili perkara dimaksud. Laporan diterima oleh penghubung KY di Jayapura, Papua (18/3).
“Selanjutnya, laporan akan diverifikasi kelengkapan persyaratan administrasi dan substansi untuk dapat diregister,” Mukti menjelaskan.
Sebelumnya, majelis hakim PN Jayapura memutuskan terdakwa AFH tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan penuntut umum. Oleh sebab itu, AFH divonis bebas. Perkara Nomor 329/Pid.Sus/2024/PN Jap tersebut diputus oleh Hakim Ketua Zaka Talpatty pada Kamis, 23 Januari 2025.
“Menyatakan Terdakwa AFH tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum dalam dakwaan alternatif kesatu maupun dakwaan alternatif kedua,” demikian bunyi amar putusan dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jayapura.
Anda mungkin tertarik:
Hal itu berbeda dengan penuntut umum yang menuntut terdakwa AFH dihukum pidana penjara 12 tahun dikurangi selama yang bersangkutan berada dalam tahanan sementara dan denda sebesar Rp200.000.000 subsider pidana penjara selama 6 bulan.
Terdakwa AFH dituntut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
AFH dinilai melanggar Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.