Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Korea Utara Kecam Rencana Strategis Nuklir AS

Foto : Newsweek/KCNA

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pyongyang pada tanggal 4 Agustus. Kementerian Luar Negeri Korea Utara menuduh AS mengobarkan ketegangan di Semenanjung Korea melalui simulasi permainan "Iron Mace" terhadap Korea Utara.

A   A   A   Pengaturan Font

SEOUL - Korea Utara pada hari Sabtu (24/8) berjanji akan memajukan kemampuan nuklirnya, menanggapi laporan bahwa Amerika Serikat telah merevisi rencana strategis nuklirnya.

Negara itu akan "meningkatkan kekuatan strategisnya dengan segala cara untuk mengendalikan dan menghilangkan segala macam tantangan keamanan yang mungkin timbul dari rencana revisi Washington", Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) resmi melaporkan.

The New York Times melaporkan minggu ini, rencana AS yang disetujui oleh Presiden Joe Biden pada bulan Maret adalah untuk mempersiapkan kemungkinan konfrontasi nuklir terkoordinasi dengan Russia, Tiongkok, dan Korea Utara.

Rencana yang sangat rahasia itu untuk pertama kalinya mengarahkan kembali strategi pencegahan Washington untuk fokus pada perluasan cepat Tiongkok dalam persenjataan nuklirnya, kata Times.

KCNA mengatakan, Kementerian Luar Negeri Korea Utara "menyatakan kekhawatiran serius dan mengecam keras serta menolak perilaku AS".

Ditambahkan, Korea Utara bertekad untuk terus mendorong pembangunan kekuatan nuklir yang cukup dan andal untuk mempertahankan kedaulatannya dengan kokoh.

Pyongyang dan Moskow telah menjadi sekutu sejak berdirinya Korea Utara setelah Perang Dunia II dan semakin dekat sejak invasi Russia ke Ukraina pada tahun 2022.

Amerika Serikat dan Seoul menuduh Korea Utara menyediakan amunisi dan rudal ke Rusia untuk perangnya di Ukraina.

Pyongyang, yang telah mendeklarasikan dirinya sebagai kekuatan senjata nuklir yang "tidak dapat diubah", telah menggambarkan tuduhan memasok senjata ke Russia sebagai "tidak masuk akal".

Namun, Korea Utara berterima kasih kepada Russia karena menggunakan hak vetonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan Maret untuk secara efektif mengakhiri pemantauan pelanggaran sanksi, tepat ketika para ahli PBB mulai menyelidiki dugaan transfer senjata.

Tiongkok, yang juga merupakan sekutu utama Korea Utara, menampilkan dirinya sebagai pihak yang netral dalam serangan Russia terhadap Ukraina dan mengatakan pihaknya tidak mengirimkan bantuan mematikan ke pihak mana pun, tidak seperti Amerika Serikat dan negara Barat lainnya.

Namun, Tiongkok merupakan sekutu dekat politik dan ekonomi Russia, dan anggota NATO telah mencap Beijing sebagai "pendukung yang menentukan" perang.

Moskow telah menjadikan Beijing sebagai penyelamat ekonomi sejak konflik Ukraina dimulai, dengan keduanya meningkatkan perdagangan ke rekor tertinggi saat Russia menghadapi sanksi berat dari Barat.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top