Konsultan Investasi: Tiongkok Masih Menawarkan Banyak Peluang Di Tengah Pertikaian Perdagangan dengan Barat
Liu Qian, penasihat investasi dari perusahaan konsultan bisnis Tiongkok, Wusawa, saat melakukan wawancara di Dailan, baru-baru ini.
Foto: IstimewaDAILAN - Meskipun beberapa bisnis telah meninggalkan Tiongkok di tengah pertikaian perdagangan dengan Barat, yang lain tetap berada di negara tersebut, Dalam sebuah wawancara dengan Deutsche Welle (DW), Liu Qian, penasihat investasi dari perusahaan konsultan bisnis Tiongkok, Wusawa, baru-baru ini mengatakan, Tiongkok masih menawarkan banyak peluang.
Dia menjelaskan, perusahaannya mengarahkan dan menjembatani para calon investor yang ingin berinvestasi dalam menghadapi kondisi geopolitik, ekonomi dan lingkugan bisnis global yang sangat komplek, terutama dalam era kebangkitan Tiongkok sekarang.
"Sebenarnya sekarang adalah momon kritis pasca pandemi Covid-19, dunia mengawasi Tiongkok, dan perusahaan - perusahaan Tiongkok juga tengah berpikir matang tentang komitmen kami untuk berinvestasi ke luar negeri."
"Kami memberi masukan kepada perusahaan - perusahaan (internasional), dan negara-negara untuk memahami Tiongkok lebih baik, apakah iklim investasi Tiongkok masih menjanjikan. Pada saat yang sama kami juga memberi masukan kepada perusahaan - perusahaan Tiongkok yang ingin berinvestasi dan ekspan ke negara lain," ujarnya dalam sebuah forum bisnis.
Menurut Liu, meskipun dihadapkan dengan berbagai masalah dan tantangan, mereka perlu diarahkan karena perusahaan-perusahaan tersebut teta melihat adanya peluang.
Dia menjelaskan, saat ini situasi ekonomi global semakin menunjukkan semakin adanya pemisahaan dan pengkotak-kotakan.
"Tapi meskipun ada kendala, pada saat yang sama mereka berusaha keras mencari peluang. Di situlah peran kami, untuk membantu mereka," ungkap Liu.
Liu menjelaskan, meskipun saat ini hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok sebagai dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia sedang dalam titik terendahnya, namun masih sangat banyak perusahaan dari kedua negara tersebut, maupun dari belahan Selatan atau Global South sedang mencari inovasi solusi untuk tetap berkembang. Namun menurutnya, masih ada banyak jalan di balik kondisi geopolitik yang rumit.
"Kami berusaha memahami kondisi yang sesungguhnya, apakah benar-benar kedua negara sudah terpisah? Saya tidak yakin."
"Hubungan bilateral akan terus terhalang tapi bukan berarti tidak ada kesempatan. Karena masih banyak perusahaan asing datang yang mencari kesempatan untuk tumbuh. Masih banyak hal dalam pasar dan ekonomi Tiongkok yang menunjukkan banyak kesempatan, seperti sektor AI, EV (kendaraan listrik) dan lainnya, karena kami masih ekonomi terbesar kedua di dunia," terangnya.
Liu mengatakan PDB Tiongkok setiap tahun mencapai sekitar 18 triliun dolar AS, dan sebagai kedua terbesar, kekuatan ekonomi inegara itu merupakan gabungan dari ekonomi terbesar ketiga, keempat dan kelima seperti Jepang, India dan Inggris.
"Itu memberikan banyak kesempatan, tentu saja risiko. Orang mengharapkan apakah kondisi Tiongkok bisa seperti sebelum pandemi, pertumbuhan mencapai 8 persen, 10 persen. Masa itu jelas sudah berlalu, tapi
kami masih memiliki banyak peluang, bahkan dengan PDB 5 persen Tiongkok masih dua kali lipat dari Swiss," ujarnya.
Liu menjelaskan, saat ini Tiongkok memang mengalami masalah penurunan penyerapan tenaga kerja sebesar 20 persen, sebagai bentuk dari tantangan dalam sebuah harapan.
"Tapi sangat penting untuk orang-orang agar datang ke Tiongkok untuk melihat kondisi yang sebenarnya, karena akan sangat berbeda jika hanya membaca dari berita. Sehingga penting untuk bisnis melakukan dialog, kolaborasi, untuk melanjiutkan kerjasama," tuturnya.
Dia melanjutkan, kepemimpinan Tiongkok sangat berkomitmen untuk mengirim pesan bahwa Tiongkok tetap terbuka dan berdedikasi dalam reformasi ekonomi.
"Ada jarak yang dilihat oleh kalangan bisnis asing, membutuhkan banyak improvisasi dalam praktik kebijakan sehari-hari untuk mendukung baik perusahaan domestik maupun asing," katanya.
Liu menambahkan, setiap tahun kamar dagang negara-negara maju seperti AS dan Inggris melakukan survei terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok, dan mereka semakin menunjukkan perubahan sentimen terhadap kondisi di Tiongkok.
"Sekarang memang ada perusahaan yang masih khawatir, tapi pada saat yang sama juga ada yang sangat berkomitmen (untuk berinvestasi). Pada akhirnya akan terbagi perusahaan yang frustasi, dan perusahaan yang tetap bertahan di Tiongkok, dan terus memperluas investasinya."
"Ada banyak keuntungan yang ditawarkan pasar Tiongkok mulai tenaga kerja melimpah yang relatif murah, dan pada saat yang sama negara ini memiliki skala ekonomi yang saat ini sulit disaingi oleh negara lain," pungkasnya.
Redaktur: Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia