Rabu, 19 Mar 2025, 14:59 WIB

Kesadaran dan Perlindungan Digital Indonesia Masih Minim

Dosen Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin, Universitas Airlangga (Unair), Maryamah.

Foto: Istimewa

JAKARTA - Kesadaran dan perlindungan digital di Indonesia masih minim. Dosen Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin, Universitas Airlangga (Unair), Maryamah, mengatakan, kondisi tersebut membuat kejahatan siber terus berkembang dan individu biasa jadi target utamanya.

“Semakin mudah seseorang memberikan informasi pribadinya di internet, semakin besar pula peluang mereka menjadi korban,” ujar Maryamah, dikutip dari laman resmi Unair, Rabu (19/3).

Dia menjelaskan, hasil survei Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada 2022, menunjukkan bahwa hanya 24,1 persen pengguna internet di Indonesia yang mampu membedakan email berisi malware atau phising. Lebih mengkhawatirkan lagi, 32,3 persen tidak mengetahui cara menggunakan aplikasi antivirus, dan hanya 34,3 persen yang memahami bagaimana melaporkan penyalahgunaan di media sosial.

“Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memahami bagaimana melindungi diri mereka dari serangan digital,” jelasnya.

Maryamah menyebut, Phishing, merupakan metode paling sering digunakan peretas untuk mencuri data korban. Dalam skema ini, kata dia, pelaku berpura-pura menjadi lembaga resmi seperti bank atau marketplace untuk mengelabui korban agar memberikan informasi sensitif mereka. 

“Masyarakat perlu lebih berhati-hati dalam berbagi informasi pribadi di internet, menggunakan kata sandi yang lebih kuat, serta selalu memeriksa sumber sebelum mengklik tautan atau mengunduh file. Ini hal-hal kecil, tapi sangat berpengaruh dalam mencegah serangan siber,” katanya.

Regulasi Lemah

Dia menjelaskan, lemahnya regulasi juga menjadi faktor yang memperparah situasi. Indonesia memang telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), namun implementasi dan pengawasannya masih belum optimal.

Kasus kebocoran data pernah menimpa Indonesia, bahkan datanya diperjualbelikan di dark web. Kasus yang melibatkan jutaan informasi pribadi pengguna di Indonesia mulai dari data pelanggan e-commerce, aplikasi pinjaman online, hingga informasi pengguna layanan telekomunikasi.

“Saat ini, kita butuh aturan yang lebih tegas dan hukuman yang benar-benar bisa memberikan efek jera,” ucapnya.

Redaktur: Sriyono

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan: