
Produktivitas RI 10 Persen di Bawah Rata-Rata Negara ASEAN
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli - Kemampuan kita untuk menghasilkan produk, jasa, dan layanan secara efektif dan efisien masih kalah dibandingkan negara lain.
Foto: antaraJAKARTA - Salah satu faktor yang menyebabkan perekonomian Indonesia sulit tumbuh di atas 5 persen adalah produktivitas nasional yang rendah. Rendahnya produktivitas itu menyebabkan daya saing produksi Indonesia tertinggal dibanding negara lain di tengah ketatnya kompetisi global.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan dalam 10 tahun terakhir, produktivitas nasional hanya tumbuh 25 persen , tertinggal jauh dibanding Tiongkok yang produktivitasnya tumbuh 220 persen.
Bahkan, tingkat produktivitas Indonesia kata Menaker, masih 10 persen di bawah rata-rata negara Asia Tenggara. Bahkan, Total Factor Productivity Indonesia tercatat mengalami penurunan.
“Ini artinya, kemampuan kita untuk menghasilkan produk, jasa, dan layanan secara efektif dan efisien masih kalah dibandingkan negara lain. Kita harus mengejar ketertinggalan ini,” kata Yassierli.
Presiden Prabowo Subianto katanya telah memberikan arahan bahwa program-program prioritas pemerintah difokuskan diantaranya pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas nasional.
“Kami ingin mengembalikan semangat produktivitas yang pernah menjadi gerakan nasional pada era 70-an. Saat itu, produktivitas menjadi fokus utama melalui Badan Produktivitas Nasional. Namun, istilah ini perlahan meredup, tergantikan oleh istilah lain seperti inovasi, kinerja, dan tata kelola. Padahal, esensinya sama,” kata Yassierli.
Menaker juga mengingatkan, selama ini istilah produktivitas sering disalahartikan hanya sebagai efisiensi yang berujung pada pengurangan pegawai. Padahal, esensi produktivitas adalah kemampuan untuk meningkatkan output yang lebih besar.
“Produktivitas yang tinggi akan berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Menaker.
Dia juga mengajak seluruh pelaku usaha, termasuk perusahaan menengah, untuk segera berbenah dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi serta tantangan perdagangan bebas.
Menaker memandang produktivitas harus diterapkan di sektor publik, termasuk pemerintahan dan pendidikan. Oleh sebab itu, perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (work culture) menjadi fondasi utama yang harus dibangun.
“Produktivitas bukan hanya soal penggunaan teknologi canggih. Yang lebih penting adalah membangun mindset dan budaya kerja yang produktif,” katanya.
Sangat Krusial
Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet mengatakan, pernyataan Menaker tentang produktivitas nasional sebagai isu yang sangat krusial.
“Jika benar dalam sepuluh tahun terakhir produktivitas Indonesia hanya tumbuh 25 persen, sementara Tiongkok mencapai 220 persen, hal itu menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam peningkatan efisiensi ekonomi,” katanya.
Perbandingan itu memang cukup mencolok, tetapi perlu dianalisis lebih lanjut apakah metode pengukuran yang digunakan setara. Tiongkok, misalnya, mengalami industrialisasi pesat dengan investasi besar di teknologi dan infrastruktur, yang tentunya mendorong produktivitas secara signifikan.
Selain itu, pernyataan bahwa produktivitas Indonesia masih 10 persen di bawah rata-rata negara Asia Tenggara juga mengkhawatirkan. “Ini menegaskan bahwa daya saing tenaga kerja kita masih perlu ditingkatkan, baik dari segi keterampilan maupun adopsi teknologi.
Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah penurunan Total Factor Productivity (TFP), yang mencerminkan bahwa bukan hanya modal dan tenaga kerja yang menjadi masalah, tetapi juga efisiensi penggunaan sumber daya secara keseluruhan,"tegas Rendi
Diminta terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Tim Apriyanto mengatakan pentingnya upscaling dan reskilling dalam menghadapi tantangan global saat ini.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) harus didukung dengan kebijakan yang memperkuat keterampilan tenaga kerja.
Tim menekankan bahwa pemerintah harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Keterampilan Vokasi untuk memastikan keberhasilan peningkatan kompetensi tenaga kerja. Ia menilai bahwa pelaksanaan kebijakan ini mengalami pelemahan, terutama dalam konteks kabinet baru.
“Saya mendapat banyak masukan bahwa revitalisasi pendidikan dan keterampilan vokasi ini kok melemah. Seharusnya diperkuat, bukan justru melemah,” kata Tim.
Tanpa upscaling dan reskilling yang memadai, pekerja akan kesulitan beradaptasi dengan perubahan kebutuhan industri, yang akhirnya meningkatkan risiko kehilangan pekerjaan.
“Jika tidak ada upscaling dan reskilling human capital yang diperkuat, kita akan menghadapi badai PHK,” tegasnya.
Pernyataan Tim menggarisbawahi urgensi bagi pemerintah dan dunia usaha untuk kembali menegaskan komitmen terhadap peningkatan keterampilan tenaga kerja.
“Di tengah dinamika ekonomi dan tantangan global, investasi dalam SDM menjadi kunci utama untuk menjaga daya saing industri serta melindungi stabilitas ketenagakerjaan di Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Dosen Magister Ekonomi Terapan Unika Atma Jaya, YB. Suhartoko mengatakan, berbicara masalah produktivitas merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Faktor pendorong peningkatan produktivitas adalah pertama Human capital, yang berarti peningkatan skill, pendidikan, kesehatan sumber daya manusia (SDM).
“Ini membutuhkan waktu yamg relatif panjang. Selain itu perlu sejalan antara ketersediaan dan jenis lapangan kerja dengan lulusan yang dihasilkan. Perencanaan pembangunan pendidikan yang dikaitkan perencanaan tenaga kerja harus sejalan,” katanya.
Selain itu, ketersediaan alat produksi seperti mesin, pabrik yang memadai dan ditopang teknologi yang tepat guna akan meningkatkan produktivitas.
“Tidak selalu teknologi canggih mampu mendorong produktivitas. Karena teknologi canggih jelas membutuhkan tenaga kerja dengan kemampuan yang tinggi juga.
Meningkatkan produktivitas mempunyai dimensi perencanaan pembangunan yang komprehensif,” pungkas Suhartoko.
Berita Trending
- 1 Ekonomi Biru Kian Cerah! KKP dan Kemnaker Maksimalkan Peluang Lapangan Kerja
- 2 Menpar Sebut BINA Lebaran 2025 Perkuat Wisata Belanja Indonesia
- 3 Bukan Arab Saudi, Negara Penghasil Kurma Terbesar Dunia Berasal dari Afrika
- 4 THR Untuk Ojol Harus Diapresiasi dan Diawasi
- 5 Negara Paling Aktif dalam Penggunaan Energi Terbarukan