Kepala Iklim PBB: G7 Harus Memimpin Upaya Mengatasi Pemanasan Global
Para Menteri Lingkungan Hidup Negara-negara G7 berfoto bersama di Venaria Reale, dekat Turin, Senin (29/4).
Foto: AFP/MARCO BERTORELLOTURIN - Negara-negara G7 berbohong atas klaim mereka tidak dapat mengambil tindakan yang lebih berani untuk mengatasi pemanasan global. Tidak ada alasan mengapa negara-negara maju terbesar di dunia tidak dapat berkolaborasi untuk mengambil langkah yang lebih berani, yang akan meningkatkan apa yang mungkin dicapai dalam negosiasi iklim global.
"G7 harus memimpin dari depan, terutama melalui pengurangan emisi yang jauh lebih dalam, dengan pendanaan iklim yang lebih besar dan lebih baik tahun ini, tidak hanya dapat dilakukan sepenuhnya," kata Kepala Organisasi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Simon Stiell, pada pertemuan para menteri lingkungan hidup di Turin, Italia, Senin (29/4).
Negara-negara industri G7, termasuk Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat, bertemu di kota Turin, Italia utara itu selama dua hari untuk melakukan pembicaraan mengenai lingkungan dan iklim.
Dikutip dari Agence France-Presse (AFP), G7 mengadakan pertemuan politik besar pertamanya mengenai iklim sejak negosiasi tahunan PBB di Dubai pada bulan November.
"Saya sering mendengar di forum-forum seperti ini bahwa kita tidak mungkin bergerak terlalu jauh ke depan. Jangan sampai kita menentukan hasil negosiasi di tingkat PBB," kata Stiell pada pertemuan para menteri lingkungan hidup di Turin.
Tidak Masuk Akal
Stiell mengatakan tidak masuk akal untuk menyatakan bahwa G7 tidak dapat - atau tidak seharusnya - memimpin dalam aksi iklim yang lebih berani.
"Hal ini sangat penting jika kita ingin menghindari bencana ekonomi global," kata Stiell.
Perjanjian Paris 2015 membuat negara-negara setuju untuk membatasi pemanasan global pada tingkat jauh di bawah 2 Celsius di atas masa pra-industri, dengan batas yang lebih aman yaitu 1,5 Celsius jika memungkinkan.
Untuk menjaga batas 1,5 Celsius, panel ahli iklim PBB mengatakan emisi harus dikurangi hampir setengahnya dalam dekade ini. Namun, emisi terus meningkat, sebagian besar didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil.
Berbagai negara sepakat di Dubai untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global dalam dekade ini dan beralih dari bahan bakar fosil, namun kesepakatan ini tidak memiliki rincian penting mengenai pendanaan.
Siapa yang membayar telah lama menjadi titik yang mencuat, dengan negara-negara miskin tidak mampu membayarnya.
Stiell mendesak para menteri lingkungan hidup G7 untuk bersandar pada sesama menteri keuangan dan bendahara mereka agar mereka dapat melihat lompatan besar dalam pendanaan iklim, sebagai bisnis inti.
"Kondisi anggaran yang menantang bukanlah alasan yang dapat diterima untuk gagal mewujudkan janji pendanaan iklim publik yang substansial," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah Australia berkomitmen memperkuat kerja sama dengan Asia Tenggara dalam meningkatkan upaya bersama menangani dampak perubahan iklim melalui Skema Iklim dan Energi Bersih.
Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong, mengatakan karena perubahan iklim merupakan ancaman nyata bagi kawasan, pihaknya bekerja sama dengan Asean untuk mengurangi dampaknya serta mempercepat transisi menuju energi bersih.
"Skema Iklim dan Energi Bersih yang baru adalah salah satu contoh bagaimana kita menciptakan peluang dan mengatasi tantangan bersama," ucap Wong.
Skema senilai 10 juta dollar Australia (102,6 miliar rupiah) yang diumumkan pada KTT Khusus Asean-Australia 2024 di Melbourne tersebut menyediakan pendanaan tahun jamak untuk program-program iklim dan energi bersih, termasuk pengembangan kapasitas teknis.
Selain itu, skema tersebut juga akan menjamin Australia dan negara-negara Asean saling berbagi keahlian dalam aspek tersebut.
Dengan membangun kerja sama yang sudah ada, skema itu memungkinkan lembaga pemerintah pusat maupun negara-negara bagian dan teritori Australia memperluas hubungan dengan mitra-mitra di Asia Tenggara dalam hal perubahan iklim dan transformasi energi bersih.
Program tersebut juga akan mencakup metode pendanaan yang fleksibel untuk menanggapi permintaan negara-negara mitra.
Senada dengan Wong, Menteri Perubahan Iklim dan Energi Australia, Chris Bowen, mengatakan skema tersebut akan membantu membangun kemampuan kawasan merespons perubahan iklim dan mempercepat transformasi energi bersih.
"Australia memperkuat kerja sama dengan mitra Asean kami, bekerja sama untuk memperbaiki kawasan kami, dan membangun peluang manufaktur dan perdagangan energi bersih yang baru," ucap Bowen.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Usut Tuntas, Kejari Maluku Tenggara Sita 37 Dokumen Dugaan Korupsi Dana Hibah
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Satu Dekade Transformasi, BPJS Ketenagakerjaan Torehkan Capaian Positif
- 4 Pengamat: Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Dieksploitasi "Pemain" Judol
- 5 KPI Minta Siaran Lagu ‘Indonesia Raya’ di Televisi dan Radio Digalakkan
Berita Terkini
- Dirut Bank Mandiri Sebut Indonesia Berperan Vital dalam Perubahan Iklim Global
- Generasi Muda Tak Perlu Cemas, Produk Berbahan Baku Herbal Diandalkan Hadapi Food Pleasure
- Wujudkan Keperdulian, PTP Nonpetikemas Gelar Sunatan Massal
- Pastikan Transaksi Nyaman saat Nataru, BNI Siapkan Rp19,74 T Uang Tunai
- Bawa Inovasi, Coway Optimalkan Penggunaan Water Purifier di Masjid Jabodetabek