Kepala Dana Iklim Targetkan Negara-negara Miskin
Seorang penduduk Beira di Mozambik menerobos banjir setelah siklon tropis Eloise menghancurkan wilayah tersebut pada bulan Januari. Siklon dengan kekuatan dan frekuensi seperti ini disebabkan oleh dampak perubahan iklim di Afrika.
Foto: Greenpeace.org/Jose Jeco/EPA-EFEPARIS - Kepala Green Climate Fund (GCF) Mafalda Duarte memiliki misi membantu negara-negara rentan yang belum menerima satu sen pun dari sumber pendanaan iklim khusus terbesar di dunia.
Organisasi utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyalurkan pendanaan iklim dibentuk bagi negara-negara berkembang yang paling terdampak oleh perubahan iklim, meskipun mereka paling tidak bertanggung jawab atas polusi karbon yang menyebabkan pemanasan global.
Di satu sisi, uang yang dicairkan untuk membantu negara-negara rentan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka. Dan untuk beradaptasi dengan badai, kekeringan, dan gelombang panas yang diperparah oleh perubahan iklim, beserta kenaikan muka air laut, di sisi lain.
GCF yang mulai menyalurkan hibah satu dekade lalu, telah mengidentifikasi 19 negara rentan terhadap iklim yang tidak menerima pendanaan sama sekali atau sangat terbatas.
"Kami sengaja menargetkan mereka," kata Duarte kepada AFP dalam sebuah wawancara. Ia memaparkan tahun pertamanya bertugas dan menguraikan ambisinya.
Menyesuaikan Mekanisme
Daftar target prioritas GCF antara lain Aljazair, Republik Afrika Tengah, Chad, Irak, Lebanon, Mozambik, Papua Nugini, dan Sudan Selatan.
"Tujuan kami adalah untuk memperlengkapi organisasi tersebut sehingga menjadi mitra pilihan bagi mereka yang paling rentan... dan menyalurkan dana ke tempat yang paling membutuhkan," kata ekonom pembangunan asal Portugal tersebut.
Yang juga masuk dalam daftar adalah Somalia yang dilanda perang, dilanda banjir besar tahun lalu dan masih menderita kekeringan terburuk dalam beberapa dekade.
GCF telah berjanji akan berinvestasi lebih dari $100 juta selama tahun depan untuk membantu negara Afrika Timur tersebut membuka investasi dan mengembangkan proyek iklim.
Ini termasuk pendanaan energi surya di luar jaringan di masyarakat pedesaan, meningkatkan ketahanan sektor pertanian, dan membantu akses ke lebih banyak uang di masa depan.
"Kita perlu menyesuaikan mekanisme kita agar responsif terhadap jenis negara dengan kapasitas kelembagaan yang lemah," katanya, seraya menegaskan perlunya proyek untuk menjangkau populasi yang terisolasi meskipun ada tantangan keamanan.
Mengalahkan Birokrasi
GCF pertama kali didanai oleh negara-negara kaya satu dekade lalu sebagai komponen utama dalam perjanjian iklim Paris tahun 2015 yang penting.
Lembaga ini menyalurkan hibah dan pinjaman untuk berbagai proyek terutama di Afrika, kawasan Asia-Pasifik, Amerika Latin, dan Karibia.
Namun ambisinya telah terhalang oleh keterbatasan sumber daya dan birokrasi yang rumit, sehingga menyulitkan beberapa negara yang paling berisiko di dunia untuk mengakses pendanaan.
Bagaimana memperlancar proses mendapatkan uang secara tepat waktu akan menjadi isu penting pada pertemuan puncak iklim COP29 di Azerbaijan pada bulan November.
Duarte bermaksud melipatgandakan modal GCF menjadi $50 miliar pada tahun 2030, sebuah target yang ambisius, tetapi itu hanya sebagian kecil dari yang menurut para ahli dibutuhkan secara keseluruhan.
Perbedaan Besar
Didirikan pada tahun 2010, GCF saat ini memiliki sekitar 250 mitra yang melaksanakan proyek di lapangan, yang mencakup badan PBB, bank pembangunan, kementerian dan lembaga pemerintah, sektor swasta, dan LSM.
Sebanyak 200 orang lainnya telah menyatakan minatnya untuk bermitra dengan dana tersebut.
"Jika kita mampu bekerja dengan jaringan mitra yang luas ini yang lebih dekat dengan realitas di lapangan tempat investasi dilakukan, kita dapat membuat perbedaan yang sangat besar," katanya.
Hingga bulan lalu, GCF telah mengalokasikan $15 miliar untuk 270 proyek.
Dalam 12 bulan terakhir, GCF menyetujui hampir $790 juta untuk negara-negara termiskin didunia, meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan tahun 2022.
Namun, menurut para ahli, hal itu tetap hanya setetes air di lautan dibandingkan dengan apa yang dibutuhkan.
Saat ini, negara-negara donor memutuskan kontribusi apa yang mereka berikan pada dana tersebut.
Pada COP29, negara-negara diharapkan menetapkan tujuan keuangan iklim global baru, meskipun perpecahan mengenai ukuran dan cakupannya telah menghambat negosiasi.
Saat diskusi memasuki fase kritis, Duarte menyampaikan pesan sederhana kepada pemerintah: "Bersikaplah berani. Kita tidak punya kemewahan untuk menunggu."
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: AFP
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia