Rabu, 27 Nov 2024, 01:20 WIB

Kawal Program Swasembada Pangan hingga Implementasi

Pemenuhan Pangan I Pemerintah Optimistis Swasembada Beras dan Bebas Impor pada 2025

Foto: antara

JAKARTA– Pemerintah melalui Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, yakin Indonesia sudah swasembada beras dan bebas dari impor beras pada 2025. Hal itu diyakini bisa terealisasi karena produksi gabah tahun depan ditargetkan mencapai 32 juta ton.

Dia mengatakan pihaknya saat ini menargetkan untuk mencapai swasembada pangan secepatnya sesuai arahan dari Presiden Prabowo dalam Asta Cita. “Kalau swasembada, jangan impor lagi. Itu cari persoalan lagi,” kata Mentan.

Menanggapi komitmen pemerintah itu, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan masyarakat harus bersama-sama mengawal hingga ke tingkat implementasinya di lapangan hingga dan output di petani.

“Swasembada pangan jangan sampai gagal lagi akibat tata niaga dan distribusi pangan yang dipengaruhi para pemburu rente dan mafia impor pangan,”tegas Awan.

Dengan kondisi seperti sekarang, papar Awan, ada sejumlah program strategis yang semestinya dikebut pemerintahan Prabowo-Gibran,misalnya peningkatan produktivitas pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

Selain itu, pemerintah harus tegas menghentikan alih fungsi lahan pertanian. Kemudian disusul dengan pemberian stimulus bagi petani serta revitalisasi peran koperasi tani dalam produksi, tata niaga, dan distribusi pangan.

Pemberian stimulus ke petani selaku produsen pangan bisa dalam berbagai bentuk, misalnya berupa subsidi pupuk, benih, insentif harga, dan relaksasi pajak.

Dari Yogyakarta, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan meskipun swasembada merupakan tujuan yang baik dan mulia, ada sejumlah kendala yang harus diatasi dengan pendekatan strategis.

“Konversi lahan sawah beririgasi menjadi lahan non-pertanian terus meningkat. Ditambah lagi dengan persaingan areal untuk berbagai tanaman pangan lainnya, membuat ketersediaan lahan semakin terbatas,” ungkapnya.

Sebagian besar lahan yang masih tersedia adalah lahan tadah hujan dengan produktivitas yang relatif rendah. Untuk itu, Dwijono menekankan pentingnya prioritas pada perbaikan irigasi sebagai langkah awal yang harus dilakukan.

“Perbaikan irigasi adalah kunci untuk meningkatkan produktivitas lahan, terutama untuk lahan sawah beririgasi yang saat ini banyak mengalami kerusakan,” jelasnya.

Selain irigasi, dukungan ketersediaan pupuk yang beragam serta benih unggul dan bersertifikat juga menjadi elemen penting. “Dosis pupuk dan perlakuan lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap daerah, mengingat kondisi pertanian antarwilayah yang berbeda,” tambah Dwijono.

1732642984_b1946b68a37f9f93b5e2.jpg

Bertani Modern

Dwijono juga menekankan peran penting penyuluh pertanian. Menurutnya, pendampingan yang dilakukan oleh penyuluh yang kompeten dan mumpuni akan membantu petani dalam mengadopsi teknologi dan praktik bertani yang lebih modern.

“Pendampingan ini tidak hanya untuk memastikan penggunaan sarana produksi yang efektif, tetapi juga untuk membangun kapasitas petani dalam memanfaatkan teknologi terbaru,” katanya.

Di tengah keterbatasan tenaga kerja di perdesaan akibat urbanisasi, Dwijono menekankan perlunya mekanisasi dalam usaha tani. Menurutnya,penggunaan mesin pertaniandapat menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja (buruh tani) di desa-desa. Selain itu, teknologi digital seperti aplikasi berbasis Android juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan manajemen usaha tani.

“Masih ada potensi peningkatan produktivitas yang bisa digarap. Dengan kombinasi mekanisasi, pemanfaatan teknologi digital, dan pendampingan yang optimal, kita bisa mendekati cita-cita swasembada pangan secara bertahap,” katanya.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menegaskan kunci mengejar swasembada pangan adalah meningkatkan produksi. Oleh sebab itu, semua stakeholders terkait harus bersinergi.

“BUMN bidang pangan atau pertanian juga harus ikut bergerak, termasuk bagaimana menyiapkan benih yang unggul, pupuk, dan sebagainya,” kata Esther.

Diminta pada kesempatan lain, Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan semangat swasembada beras selaras dengan harapan petani, karena impor beras selama ini memang menekan harga gabah di petani, bahkan sampai menyebabkan kerugian petani.

Hal berikutnya yang juga penting adalah memastikan peningkatan pendapatan petani, dan kesejahteraan petani. “Peningkatan produksi dan jaminan harga yang menguntungkan perlu dukungan kebijakan,”papar Qomar.

Peningkatan produksi bisa dilakukan dengan perbaikan teknis produksi, mulai dari perbaikan kualitas tanah, benih yang sesuai dengan lokasi, pupuk dan pemupukan yang tepat waktu, dosis, dan cara pemupukan, juga memastikan ketersediaan air dan pengendalian hama dan penyakit, juga fasilitasi panen dan pascapanen. 

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: