Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jika Tak Diantisipasi, "Office Syndrome" Picu Kerugian Ekonomi 

Foto : Istimewa.

Diskusi terkait Management of Office Syndrome in the Workplace digelar President University (Presuniv) di Jakarta, kemarin.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sejumlah kalangan menegaskan bahaya Office Syndrome yang apabila tak diantisipasi akan merugikan secara ekonomi karena besarnya biaya yang harus ditanggung.

Demikian dalam diskusi terkait Management of Office Syndrome in the Workplace yang digelar President University (Presuniv) di Jakarta kemarin. Hadir dua pembicara yakni Dr. Ardini Saptaningsih Raksanagara dan dr. Rima Melati.

Ardini adalah dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran. Sementara, Rima Melati adalah dosen di Fakultas Kedokteran, Presuniv, yang juga Ketua Komisi I Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.

Menurut Ardini, sindrom adalah sekumpulan gejala yang terjadi akibat postur tubuh buruk dan kebiasaan kerja yang tidak ergonomis. Mengapa gejala tersebut muncul? Katanya, "Ada banyak sebab. Misalnya, durasi duduk yang terlalu lama, meja dan kursi yang tidak ergonomis, penggunaan komputer dalam jangka waktu yang terlalu lama, kurang istirahat, kebiasaan kerja yang tidak sehat, seperti cara mengetik yang salah atau posisi layar komputer yang kurang pas," jelasnya.

Kebiasaan seperti itu, lanjut Ardini, akan memicu terjadinya beberapa masalah baik dalam jangka pendek maupun panjang. "Dalam jangka pendek akan terjadi nyeri otot, kelelahan visual, dan kehilangan konsentrasi kerja," ungkapnya.

Dalam jangka panjang, papar Ardini, akan menyebabkan terjadinya gangguan postur tubuh, nyeri yang bersifat kronis, serta stress dan gangguan mental.

Jika tidak ditangani secara serius, menurut Rima Melati, akan berdampak pada perekonomian melalui peningkatan biaya kesehatan dan menurunkan produktivitas. Semuanya pada gilirannya akan merugikan negara.

Untuk soal biaya, urai Rima, ada yang langsung dan tidak langsung. "Untuk yang langsung, misalnya, biaya pengobatan naik 20%-30% lebih tinggi. Sementara, yang tidak langsung adalah produktivitas pekerja akan turun 15%-20%, dan ketidakhadiran rata-rata bisa 5-10 hari per tahun," paparnya.

Dia juga mengutip hasil studi di Amerika Serikat yang menyebutkan biaya langsung bisa mencapai 20 miliar dollar AS per tahun, dan yang tidak langsung bahkan lebih tinggi, yakni 100 miliar dollar AS per tahun.

Lanjut Rima, di Uni Eropa, dari berbagai kasus penyakit yang terjadi di sana, ternyata 40%-50% di antaranya terkait dengan dunia kerja. "Kerugian yang ditimbulkan akibat berbagai penyakit tersebut diperkirakan mencapai 2%-3% dari Produk Domestik Bruto Uni Eropa," urainya.

Jadi, simpul Rima, Office syndrome adalah tantangan yang nyata di dunia kerja modern yang mempengaruhi kesehatan dan produktivitas pekerja. Maka, sebelum itu terjadi, penting itu bagi seluruh institusi dan pekerjanya untuk melakukan berbagai langkah pencegahan.

Seperti diketahui, Fakultas Kedokteran, Presuniv memperingata satu tahun usianya dengan berbagai acara termasuk diskusi ini. Dalam proses pembelajarannya, sejak tahun pertama mahasiswa Fakultas Kedokteran, Presuniv, secara langsung diperkenalkan dengan lingkungan medis. Para mahasiswa diajak melakukan visitasi ke berbagai klinik, Puskemas maupun rumah-rumah sakit.

"Jadi, ekosistem yang terkait dengan kesehatan kerja sudah ada di kawasan ini. Fokus pada kesehatan kerja itulah yang akan menjadi keunggulan dari Fakultas Kedokteran, Presuniv," tegas Prof. Dr. dr. Budi Setiabudiawan, Dekan Fakultas Kedokteran, Presuniv.

Katanya lagi, oleh karena fokus pada kesehatan kerja, saat para mahasiswa lulus, mereka akan memiliki sertifikat Hygiene Perusahaan, Ergonomi, dan Kesehatan atau Hiperkes.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top