Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Investasi Baterai Kendaraan Listrik Korea Selatan di Indonesia Terancam oleh Undang-Undang Pengurangan Inflasi AS

Foto : Istimewa

Keterlibatan investasi Tiongkok dengan mitra pada industri pengolahan nikel dan usaha terkait baterai lainnya dapat melanggar IRA.

A   A   A   Pengaturan Font


SEOUL - Larangan ekspor nikel mentah oleh pemerintah telah menyebabkan perusahaan Korea Selatan berinvestasi besar dalam pengolahan bahan baku tersebut di Indonesia sebagai bagian dari strategi rantai pasokan baterai mereka.

Dikutip dari Financial Times, Korea Selatan mengandalkan Amerika Serikat (AS) untuk lebih lunak atas peran Tiongkok dalam rantai pasokan kendaraan listrik, karena mereka banyak berinvestasi, seringkali dengan mitra Tiongkok, dalam produksi bahan baterai di Indonesia.

Investasi sebesar 441 juta dolar AS bulan lalu oleh raksasa logam Korea Posco di pabrik peleburan nikel di Halmahera, telah meningkatkan kesepakatan Korea Selatan di negara Asia Tenggara menjadi lebih dari 3 miliar dolar AS sejak awal tahun 2022, sebagian besar berhubungan dengan industri baterai.

Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, bahan utama yang dibutuhkan perusahaan baterai kendaraan listrik (EV) untuk pabrik mereka yang bernilai miliaran dolar di AS.

Namun mayoritas produksi dan pemrosesan nikel Indonesia dikendalikan oleh perusahaan Tiongkok, memperumit upaya Korea untuk membangun rantai pasokan yang memenuhi permintaan AS akan baterai yang bebas dari kepemilikan komponen utama Tiongkok.

"Korea Selatan berencana menggunakan Indonesia sebagai pusat global utama untuk produksi kendaraan listrik," kata Kyunghoon Kim, peneliti di Korea Institute for International Economic Policy.

"Tapi tanpa konsesi dari AS, itu akan sulit. Paling-paling, Indonesia bisa berakhir sebagai pusat produksi regional," tambahnya.

Undang-Undang Pengurangan Inflasi AS atau Inflation Reduction Act (IRA)
menawarkan kredit pajak miliaran dolar kepada perusahaan baterai hanya jika persentase tertentu dari nilai mineral penting yang terkandung dalam produk mereka diproses atau diekstraksi di AS atau oleh mitra dengan perjanjian perdagangan bebas.

Indonesia tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS, dan Washington belum menjelaskan bagaimana Indonesia akan mendefinisikan "entitas asing yang menjadi perhatian" referensi ke Tiongkok, yang ingin dihapus dari rantai pasokan baterai AS sejak awal 2025.

Investasi Korea telah meningkat di bawah Presiden Joko Widodo, yang menerapkan larangan ekspor bijih nikel mentah pada 2020. Langkah tersebut mendorong perusahaan internasional untuk berinvestasi dalam pengolahan nikel di dalam perbatasan negara, dengan banyak kesepakatan yang melibatkan mitra dari Tiongkok daratan.

LG Energy Solution dari Korea Selatan, produsen baterai EV non-Tiongkok terkemuka di dunia, mengumumkan kemitraan pada April tahun lalu dengan Posco, perusahaan patungan milik Krakatau Steel dan penambang Tiongkok, Zhejiang Huayou Cobalt, dengan serangkaian investasi yang pada akhirnya akan berjumlah 9 miliar dolar AS.

Kemudian, pada November, sebuah kemitraan diumumkan antara sesama pembuat baterai Korea, SK On dengan produsen katoda Korea, EcoPro dan produsen komponen baterai Tiongkok, Green Eco-Manufacture, untuk memproduksi produk nikel perantara yang disebut endapan hidroksida campuran (MHP) di Sulawesi.

Posco, yang anak perusahaan bahan kimianya memiliki perjanjian pasokan 33 miliar dolar AS dengan produsen baterai utama Korea lainnya, Samsung SDI, menandatangani perjanjian awal pada Februari dengan perusahaan pertambangan Tiongkok, Ningbo Liqin untuk memproduksi nikel dan MHP di Sulawesi.

Menurut analis baterai yang berbasis di Seoul di UBS, Tim Bush, masalahnya adalah Undang-Undang Pengurangan Inflasi telah memberi perusahaan waktu hingga awal 2025, sekitar 18 bulan lagi, untuk menyelesaikan pembangunan rantai pasokan baru yang sesuai dengan IRA, meskipun mereka tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang tingkat keterlibatan Tiongkok yang akan diizinkan.

"Sangat sulit bagi perusahaan Korea untuk menarik pelatuk investasi bernilai miliaran dolar yang akan diperlukan untuk mendiversifikasi rantai pasokan mereka ketika mereka masih belum diberi tahu tentang aturan jalan tersebut," kata Bush.

Pada Mei, kepala keuangan LG Chem, induk dari LG Energy Solution, mengatakan kepada investor asumsi kerjanya adalah bahwa pemerintah AS akan menerapkan definisi yang sama tentang "entitas asing yang menjadi perhatian" yang digunakannya untuk undang-undang mengenai industri semikonduktor.

Itu berarti bahwa usaha patungan dengan saham Tiongkok lebih dari 25 persen tidak akan memenuhi syarat untuk kredit, yang pada dasarnya mengecualikan sebagian besar pasokan nikel Indonesia dari rantai pasokan alternatif yang ingin dibangun AS.

"Perusahaan Korea telah masuk ke Indonesia dan sekarang mereka berada dalam kebingungan," kata Ross Gregory, direktur eksekutif konsultan EV New Electric Partners yang berbasis di Seoul.

Gregory juga mencatat masalah lingkungan seputar praktik penambangan intensif karbon di Indonesia. "Risikonya adalah nikel yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan IRA dan tidak cukup bersih. Mereka sangat perlu melakukan diversifikasi," ujarnya.

Namun, pedagang nikel yang berbasis di Eropa mengamati bahwa nikel Indonesia didiskon sekitar 30 persen dibandingkan harga London Metal Exchange untuk produk alternatif seperti briket Australia.

"Mereka duduk di sana mengatakan kita tidak bisa bertahan (tanpanya)," kata mereka.

"Saya dapat terus membeli nikel yang mahal atau saya dapat menempatkan diri saya dalam permainan untuk membeli nikel termurah di dunia," tuturnya.

Posco, yang mengambil 30 persen saham di Ravensthorpe Nickel Australia pada 2021, mengatakan kepada Financial Times bahwa mereka mendiversifikasi sumber nikel ke Australia dan Kaledonia Baru untuk mengurangi ketergantungan pada Indonesia.

"Meskipun kami tidak terlalu khawatir dengan eksposur kami ke Indonesia," ungkapnya.

Awal tahun ini, Departemen Keuangan AS mengeluarkan pedoman yang akan memudahkan perusahaan Korea untuk memproduksi lebih banyak komponen di dalam negeri. Artinya, produk nikel yang bersumber dari Indonesia tetapi diproses di Korea masih dapat ditetapkan sebagai sesuai dengan IRA.

Pemerintah juga melobi Washington agar Indonesia menerima kesepakatan perdagangan yang disesuaikan dengan mineral kritis serupa dengan yang disepakati dengan Jepang pada Maret.

Seorang eksekutif baterai Korea yang tidak ingin disebutkan namanya mengakui bahwa merela tidak punya pilihan selain mengandalkan teknologi Tiongkok dan pengetahuan untuk pemrosesan nikel dengan biaya rendah. Tetapi ia menambahkan, ini berarti bahwa Washington kemungkinan akan mengadopsi definisi entitas asing yang menjadi perhatian yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus industri baterai.

"Jika mereka mengatakan setiap usaha patungan di mana Tiongkok memegang bahkan 1 persen saham adalah entitas yang memprihatinkan, AS dapat mencekik dirinya sendiri, karena tidak ada perusahaan yang benar-benar dapat memenuhi persyaratan Undang-Undang Pengurangan Inflasi," ujarnya memperingatkan.


Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top