Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 18 Jan 2025, 14:20 WIB

Indonesia Terbanyak Kasus Keracunan Alkohol

Indonesia memiliki kasus keracunan alkohol terbanyak di dunia.

Foto: The Conversation/Winnievinzence/Shutterstock

Benediktus Yohan Arman, University of Oxford

Jelang akhir November 2024, dunia dihebohkan dengan kasus keracunan alkohol di Laos yang menewaskan enam wisatawan remaja asal Australia, Denmark, Inggris, dan Amerika Serikat. Mereka terindikasi keracunan alkohol dengan kandungan metanol (spiritus).

Dua bulan sebelum kejadian tersebut, tiga remaja asal Garut, Jawa Barat, meninggal dunia akibat menenggak minuman keras (miras) oplosan beralkohol 70% yang mengandung isopropanol.

Fenomena keracunan alkohol bukan hal baru dan insidennya terus berulang saban tahun.

Menurut laporan organisasi kesehatan internasional, Médecins Sans Frontières (MSF), hingga pekan awal Januari 2024 terdapat sekitar 994 kasus keracunan alkohol di dunia. Insiden ini mengakibatkan lebih dari 40 ribu kasus keracunan dan menewaskan 13 ribu orang di antaranya.

Hal yang mengejutkan adalah Indonesia menjadi negara dengan insiden keracunan alkohol terbanyak di dunia, yaitu 339 kasus.

Dalam kasus miras oplosan, keracunan alkohol umumnya disebabkan teknik penyulingan yang tidak sesuai standar. Selain itu, produsen miras oplosan secara sengaja menambahkan metanol ataupun isopropanol demi meningkatkan efek memabukkan yang ekonomis. Pasalnya, harga metanol dan isopropanol jauh lebih murah dibandingkan alkohol murni.

Namun, hal yang tidak banyak orang tahu, efek samping keracunan alkohol justru lebih mengerikan dibandingkan sensasi sesaat yang dihasilkannya. Keracunan alkohol dapat menyebabkan kebutaan hingga kematian.

Bagaimana keracunan alkohol terjadi?

Keracunan alkohol atau dikenal sebagai asidosis metabolik terjadi karena metabolisme (proses biokimia tubuh) mengubah alkohol beracun menjadi zat perusak keseimbangan asam basa sehingga dapat membahayakan kesehatan.

Setidaknya, ada tiga jenis alkohol berbahaya yang digunakan dalam bahan pangan dan obat-obatan dan dapat menyebabkan keracunan alkohol, antara lain:

1. Metanol

Metanol merupakan bahan kimia yang digunakan dalam plastik, bahan bangunan, dan cat. Dalam tubuh, alkohol dengan campuran metanol diubah menjadi formaldehida (formalin).

Tubuh kemudian mengubah formalin secara langsung menjadi asam format. Zat ini dapat merusak penglihatan hingga menyebabkan kebutaan.

2. Etilen glikol & dietilen glikol

Jenis alkohol beracun berikutnya adalah etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Pada 2023, kandungan EG/DEG dalam sirup obat batuk mengakibatkan kematian 195 anak balita di Indonesia.

Hal ini diduga terjadi akibat kesalahan penggunaan bahan baku obat. Drum berlabel propilen glikol (yang diperbolehkan digunakan dalam pembuatan obat) ternyata berisi EG.

Ketika EG dicampur dalam obat, kadarnya menjadi jauh lebih tinggi, yaitu lebih dari 30%. Ini jauh melebihi ambang batas cemaran EG dalam produk yang tidak boleh melampaui 0,1%.

EG dan DEG biasanya digunakan dalam industri produk antibeku dan minyak rem. Harganya jauh lebih murah dibandingkan bahan baku obat, seperti gliserol dan propilen glikol.

Bahayanya, rasa manis yang dimiliki EG disalahgunakan sejumlah oknum sebagai bahan pelarut sekaligus pemanis obat sirup untuk anak.

EG yang diproses tubuh menghasilkan asam glikolat. Sedangkan DEG menghasilkan 2-hydroxyethoxyacetic acid. Kedua alkohol beracun ini dapat menyebabkan kerusakan sel nefron (bagian ginjal yang menyaring darah dan menghasilkan urine) sehingga memicu gagal ginjal akut.

3. Isopropanol

Isopropanol paling sering ditemukan dalam kandungan alkohol gosok 70% yang biasa digunakan untuk membersihkan noda membandel. Dalam tubuh, isopropanol dimetabolisme menjadi aseton yang bisa merusak organ tubuh.

Mencegah keberulangan kasus keracunan alkohol

Selama ini, tata laksana penanganan keracunan alkohol lebih bersifat suportif, yaitu dengan merangsang pasien agar muntah dan mengeluarkan bahan racun dari tubuh, disertai pemberian arang aktif untuk menyerap racun.

Upaya tersebut harus dilakukan sesegera mungkin (kurang dari sejam sejak keracunan alkohol). Sebab, perawatan yang tertunda dapat mengakibatkan efek lebih buruk.

Untuk menangkal keracunan metanol dan EG, kita membutuhkan penghambat enzim alcohol dehydrogenase bernama fomepizole. Namun, apabila keracunan alkohol lebih parah, pasien memerlukan terapi hemodialisis (cuci darah).

Selain langkah suportif, kita memerlukan pula upaya preventif (pencegahan) untuk mencegah keberulangan kasus keracunan alkohol di Indonesia, meliputi:

1. Alat pendeteksi alkohol beracun

Hingga saat ini, upaya deteksi cemaran alkohol beracun pada produk medis di Indonesia masih sangat terbatas, sulit dilakukan, serta membutuhkan laboratorium dan peralatan memadai.

Contohnya pada kasus cemaran EG dan DEG, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan metode standar untuk mengidentifikasi cemaran pakai alat kromatografi gas. Selain harganya cukup mahal dan hanya tersedia di beberapa laboratorium rujukan, pengoperasian kromatografi gas membutuhkan tenaga ahli.

Metode alternatif lebih cepat dan murah menggunakan kromatografi lapis tipis. Namun, metode ini juga membutuhkan laboratorium, peralatan, dan analis laboratorium terlatih.

Padahal, alat pendeteksi alkohol beracun sangat dibutuhkan berbagai lini untuk mendeteksi cemaran sedini mungkin, mulai dari pabrik pembuat obat (saat proses kontrol kualitas bahan baku) hingga ketika dipasarkan kepada konsumen.

2. BPOM perketat pengawasan

Peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sangat krusial dalam mengawasi, menindak, dan mencegah produk tercemar dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini sejalan dengan strategi pencegahan, pendeteksian, dan respons WHO.

Dalam hal ini, izin peredaran bahan kimia, seperti metanol dan isopropanol perlu diperketat. Produsen miras oplosan dan obat yang tercemar alkohol kemudian perlu diberikan sanksi tegas melalui pelarangan operasi maupun peredaran produk agar memutus rantai kasus keracunan alkohol.

3. Kolaborasi lintas keilmuan

Para ahli di Inggris menjalin kolaborasi lintas keilmuan guna menemukan metode-metode baru dalam mengatasi masalah cemaran alkohol beracun. Kolaborasi ini diperluas di tingkat Eropa melalui pertemuan yang mengkaji kualitas obat hingga teknologi deteksi cemaran EG dan DEG.

Kolaborasi ilmiah ini diharapkan dapat melahirkan solusi baru dalam mencegah dan mengatasi cemaran alkohol beracun. Transfer teknologi pun menjadi sangat mutlak melalui peran mahasiswa Indonesia di negara-negara tersebut yang membawa pulang dan menerapkan ilmu mutakhir ke Tanah Air demi kemaslahatan masyarakat Indonesia.

4. Edukasi ke lingkungan terkecil

Pemerintah juga perlu melakukan edukasi lebih gencar mengenai bahaya miras oplosan dan keracunan alkohol di tingkat RT/RW dan sekolah, terutama di kawasan sentra peracikan alkohol.

Kasus cemaran dan keracunan alkohol di Indonesia harus disikapi lebih serius oleh pemerintah. Tidak hanya melalui langkah penanganan, tetapi juga pencegahan agar tidak lagi membahayakan masyarakat.The Conversation

Benediktus Yohan Arman, Peneliti di Klaster Health Sciences, Doctrine UK dan Mahasiswa Doktoral (DPhil) di bidang Biochemistry, University of Oxford

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Redaktur: -

Penulis: -

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.