![In Memoriam Mbah Moen](https://koran-jakarta.com/images/article/php3fxdg__resized.jpg)
"In Memoriam" Mbah Moen
![In Memoriam Mbah Moen](https://koran-jakarta.com/images/article/php3fxdg__resized.jpg)
Keputusan diambil. Pada 18 Agustus 1945 pagi, sebelum sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dimulai, Hatta menggamit Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Hasan untuk menggelar rapat pendahuluan. Empat orang itu perwakilan kalangan Islam di PPKI.
Sepakat
Pesan opsir itu disampaikan Hatta. Akhirnya mereka sepakat mengubah frasa itu dan menggantinya dengan 'Ketuhanan Yang Maha Esa.' Hatta mengenang, "Apabila suatu masalah yang serius dan bisa membahayakan keutuhan negara dapat diatasi dalam sidang kecil yang lamanya kurang dari 15 menit, itu tanda, para pemimpin tersebut benar-benar mementingkan nasib dan persatuan bangsa."
Kesepakatan 5 orang itu mulus dalam rapat PPKI. UUD 1945 disahkan. Tujuh kata dalam Pembukaan UUD 45 (yang kemudian disebut Piagam Jakarta itu) resmi dihapus.
Bung Hatta dan kawan-kawan memakai pedoman ushul fiqih yang "menolak mafsadah (kerusakan) didulukan daripada mengambil kemaslahatan." Paham inilah yang dipakai Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Hasan dalam rapat PPKI. Mereka rela melepaskan tujuh kata tersebut. NKRI pun terbentuk dari Sabang sampai Marauke.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya