Hutan Dunia Gagal Mengekang Emisi Iklim pada Tahun 2023
Pepohonan terlihat di Laguna Grande di hutan hujan Amazon yang dilindungi di Cuyabeno, Ekuador, beberapa waktu lalu.
Foto: AFP/DANIEL MUNOZSAO PAULO - Menurut sebuah studi yang dipresentasikan pada hari Senin (29/7), hutan dan ekosistem daratan di dunia telah gagal mengekang perubahan iklim pada tahun 2023, akibat kekeringan parah di hutan hujan Amazon dan kebakaran hutan yang memecahkan rekor di Kanada. Berbagai peristiwa tersebut menghambat kemampuan alami mereka untuk menyerap karbon dioksida.
"Artinya, jumlah rekor karbon dioksida memasuki atmosfer bumi pada tahun 2023, yang selanjutnya memperparah pemanasan global," kata tim peneliti dari Universitas Tsinghua di Tiongkok, Universitas Exeter di Inggris, serta Laboratorium Ilmu Iklim dan Lingkungan atau Laboratory for Climate and Environmental Sciences atau sebuah organisasi penelitian Prancis.
Dikutip dari The Straits Times, tumbuhan membantu memperlambat perubahan iklim dengan menyerap sejumlah besar karbon dioksida, gas rumah kaca utama yang mendorong pemanasan global. Hutan dan ekosistem daratan lainnya rata-rata menyerap hampir sepertiga emisi tahunan dari bahan bakar fosil, industri, dan penyebab manusia lainnya.
Namun kata rekan penulis studi, Philippe Ciais, pada tahun 2023 penyerap karbon itu gagal. "Penyimpanan adalah sebuah pompa, dan kita memompa lebih sedikit karbon dari atmosfer ke daratan. Tiba-tiba pompa itu tersendat dan memompa lebih sedikit," kata Ciais dalam sebuah wawancara.
Akibatnya, kata para peneliti, laju pertumbuhan karbon dioksida di atmosfer melonjak 86 persen pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun 2022. Studi mereka dipresentasikan pada Konferensi Karbon Dioksida Internasional di Manaus, Brasil.
Rekor Suhu Tinggi
Pendorong utamanya adalah rekor suhu tinggi secara global yang mengeringkan vegetasi di Amazon dan hutan hujan lainnya, mencegah mereka menyerap lebih banyak karbon sekaligus memicu kebakaran hebat di Kanada.
"Bayangkan tanaman di rumah Anda, jika Anda tidak menyiramnya, tanaman tersebut tidak akan produktif, tidak tumbuh, dan tidak menyerap karbon," kata Stephen Sitch, salah satu penulis studi dan pakar karbon di Universitas Exeter.
"Lakukan hal ini dalam skala besar seperti hutan Amazon," kata Sitch di sela-sela konferensi tersebut.
Studi ini masih dalam proses peninjauan sejawat dengan jurnal akademis, tetapi tiga ilmuwan yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan kesimpulannya masuk akal.
Mereka mengatakan penurunan pada serapan karbon daratan cenderung terjadi pada tahun-tahun yang terdampak oleh fenomena iklim El Nino, seperti tahun 2023. Namun, rekor suhu tinggi yang disebabkan oleh perubahan iklim membuat penurunan pada tahun 2023 menjadi sangat ekstrem.
Selain itu, konsekuensi dari penurunan ini lebih parah daripada sebelumnya karena manusia kini menyebabkan emisi karbon dioksida lebih banyak daripada sebelumnya.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia