Harga Gabah Petani Belum Layak
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Pemerintah dinilai masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk mengatasi berbagai permasalahan di sektor pertanian. Dalam catatan Serikat Petani Indonesia (SPI), belum ada perubahan berarti dari kebijakan pembangunan pertanian selama 2022.
Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional SPI, Mujahid Widian, menegaskan pemerintah sejauh ini masih mengandalkan model ketahanan pangan sebagai dasar kebijakan pembangunan pertanian. "Akibat yang paling dirasakan adalah masih belum terjaminnya kesejahteraan petani di Indonesia, mulai dari jaminan harga yang layak, baik itu untuk petani maupun masyarakat sebagai konsumen," papar Mujahid, di Jakarta, Jumat (6/1).
Dia menyebutkan beberapa peristiwa di sektor pertanian pada 2022, yang menjadi contoh dari kegagalan model ketahanan pangan di sektor pertanian Indonesia adalah kasus lonjakan harga minyak goreng.
Terkini, terkait gejolak harga beras menjelang akhir 2022. Menipisnya cadangan beras pemerintah mengakibatkan pemerintah memilih kebijakan untuk mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton untuk langkah antisipasi. Sebab, stok cadangan beras pemerintah jauh dari angka yang ditargetkan.
Terlepas dari perdebatan data produksi beras yang dinilai tidak tepat, Mujahid menilai pemerintah memang lalai karena tidak mampu menyerap gabah dari petani ketika musim panen raya pada 2022. Hal ini tentu berakibat fatal karena pada akhirnya pemerintah kelimpungan menyerap gabah maupun beras dari petani ketika melewati panen raya.
"Hal ini bertambah kompleks tatkala sektor perberasan semakin bersaing ketat karena banyak korporasi swasta yang menyerap beras dengan harga yang jauh lebih tinggi. Hal inilah yang juga memicu kenaikan harga beras di masyarakat," papar Mujahid.
Upaya untuk mengatasi hal tersebut, menurut Mujahid, tak lain adalah dengan kembali menerapkan prinsip-prinsip kedaulatan pangan sebagai dasar kebijakan pembangunan pertanian Indonesia. "Caranya dengan menjadikan petani dan produsen pangan skala kecil lainnya seperti peternak, nelayan, dan kelompok masyarakat adat, sebagai aktor utama dalam menghasilkan pangan berkualitas,"tandas dia.
Harga Layak
Untuk mengukur kesejahteraan petani, pemerintah mengacu pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Laporan BPS menyebut Nilai Tukar Petani (NTP) pada Desember 2022 mencapai 109,00 atau naik sebesar 1,11 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono, kenaikan NTP dipengaruhi naiknya rata-rata harga gabah di tingkat petani. "Komoditas dominan yang berpengaruh terhadap kenaikan indeks yang diterima petani berasal dari kenaikan harga pada komoditas gabah, kemudian cabe rawit, karet, dan kelapa sawit," katanya.
Margo menjelaskan peningkatan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani (it) naik 1,83 persen atau lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (ib) 0,72 persen. Sementara indeks harga yang diterima petani naik 5,28 persen atau lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani 0,67 persen.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Hati Hati, Ada Puluhan Titik Rawan Bencana dan Kecelakaan di Jateng
- Malam Tahun Baru, Ada Pemutaran Film di Museum Bahari
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting
- Trump Tunjuk Produser 'The Apprentice', Mark Burnett, sebagai Utusan Khusus untuk Inggris
- Presiden Prabowo Terbitkan Perpres 202/2024 tentang Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional