Gelombang Unjuk Rasa Menentang Bahan Bakar Fosil Melanda Dunia
AKSI GLOBAL PERCEPATAN PENGHENTIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR FOSIL I Aktivis lingkungan membawa poster saat aksi global tolak energi fosil di Berlin, Jerman, Jumat (15/9). Dalam aksinya mereka menuntut percepatan penghentian penggunaan bahan bakar fosil dan transisi ke energi bersih.
Foto: ODD ANDERSEN/AFP» Langkah nyata menghentikan penggunaan energi fosil memang harus secepatnya dilakukan.
» Energi terbarukan lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil dalam hal biaya pengoperasiannya.
BRUSSELS - Para pengunjuk rasa perubahan iklim di lebih dari 50 negara mulai Jumat (15/9) hingga Minggu (17/9) turun ke jalan menggelar demonstrasi pada akhir pekan yang menuntut dunia menghentikan pembakaran bahan bakar fosil yang memanaskan bumi.
Seperti dikutip dari The Straits Times, dalam satu tahun, banyak kematian dan kehancuran ekonomi akibat banjir, kebakaran hutan, serta kekeringan yang memecahkan rekor. Para pengunjuk rasa pun telah merencanakan lebih dari 500 pertemuan di 54 negara, dari Pakistan dan Nigeria hingga Amerika Serikat (AS).
Di New York, puluhan aktivis melakukan protes di luar kantor pusat manajer aset BlackRock dan Citibank masing-masing pada Rabu dan Kamis, menentang investasi perusahaan tersebut pada bahan bakar fosil.
Diperkirakan pengunjuk rasa global pada akhir pekan ini akan mencapai lebih dari satu juta orang. Hal ini dapat menjadikan aksi tersebut sebagai protes iklim internasional terbesar sejak sebelum pandemi Covid-19, ketika gerakan "mogok sekolah" yang dipimpin oleh aktivis Swedia, Greta Thunberg, menyebabkan jutaan orang di seluruh dunia ikut serta dalam unjuk rasa.
"Ini ditujukan kepada para pemimpin dunia," kata Mitzi Jonelle Tan, aktivis iklim dari gerakan pemuda Fridays for Future, di Manila, Filipina.
"Waktu industri bahan bakar fosil sudah habis. Kita memerlukan transisi yang adil, dan kita perlu menghentikan penggunaan bahan bakar fosil yang menyebabkan kerusakan lingkungan," katanya.
Akhiri Subsidi Migas
Penyelenggara mengatakan mereka akan meminta negara-negara agar segera mengakhiri subsidi minyak dan gas (migas) dan membatalkan rencana perluasan produksi.
Menurut analisis International Monetary Fund (IMF), pemerintah menghabiskan dana subsidi minyak, gas, dan batu bara sebesar tujuh triliun dollar AS pada tahun lalu.
"Kami turun ke jalan menuntut para pemimpin Afrika untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dan fokus pada investasi pada energi terbarukan yang dipimpin oleh masyarakat, untuk memenuhi permintaan energi bagi 600 juta orang Afrika yang tidak memiliki akses terhadap listrik," kata Eric Njuguna, aktivis iklim yang berbasis di Nairobi, Kenya.
Demonstrasi tersebut terjadi dua bulan sebelum KTT Iklim COP28 PBB tahun ini, di mana lebih dari 80 negara berencana untuk mendorong perjanjian global untuk secara bertahap menghentikan penggunaan batu bara, minyak, dan gas.
Pembakaran bahan bakar fosil adalah penyebab utama perubahan iklim, namun banyak negara yang tidak pernah sepakat dalam perundingan iklim PBB untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil, meskipun mereka telah berkomitmen untuk mengurangi penggunaan tenaga batu bara.
Pemerintah dari negara yang bergantung pada pendapatan minyak dan gas, dan berencana menggunakan energi berbasis bahan bakar fosil untuk meningkatkan standar hidup masyarakat miskin, diperkirakan akan menolak usulan tersebut.
Negara-negara kaya juga akan menghadapi tekanan untuk menawarkan lebih banyak dana guna membantu negara-negara berkembang berinvestasi pada energi rendah karbon.
Energi terbarukan lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil dalam hal biaya pengoperasiannya.
Menurut Badan Energi Terbarukan Internasional, meskipun memiliki sumber daya energi surya yang berlimpah, Afrika hanya menerima 2 persen investasi global dalam energi terbarukan selama dua dekade terakhir.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, diperkirakan akan meminta pemerintah untuk memperkuat rencana mereka dalam mengurangi emisi yang menyebabkan pemanasan global.
Sebuah laporan PBB pekan lalu memperingatkan bahwa dunia berada pada jalur berbahaya menuju pemanasan global yang parah, dan mengatakan diperlukan tindakan lebih lanjut di semua lini, termasuk penurunan drastis penggunaan listrik berbahan bakar batu bara pada 2030.
Ketua Pusat Studi Energi Terbarukan Indonesia (ICRES), Surya Darma, mengatakan langkah nyata menghentikan penggunaan energi fosil memang harus secepatnya dilakukan agar perubahan benar-benar dirasakan, udara sejuk, dan penyakit bisa dihindari.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia