![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Faktor Kunci di Balik Kuatnya Ekonomi AS
Bank Indonesia (BI) mengungkap beberapa faktor pendukung masih menguatnya ekonomi AS di tengah negara-negara maju lainnya yang masih belum tumbuh begitu kuat seperti negara-negara di kawasan Eropa.
Foto: antaraBanda Aceh - Ekonomi Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan ketahanan yang kuat di tengah dinamika global. Bank Indonesia (BI) mengungkap beberapa faktor pendukung masih menguatnya ekonomi AS di tengah negara-negara maju lainnya yang masih belum tumbuh begitu kuat seperti negara-negara di kawasan Eropa.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya menyebutkan bahwa stimulus fiskal yang meningkatkan permintaan (demand) domestik AS menjadi salah satu faktor pendorong tersebut.
“Dari sisi demand-nya, dari masyarakat yang menengah-bawah ini ditopang oleh stimulus fiskal. Jadi, ada insentif fiskal dari pemerintah yang ini mendorong konsumsi masyarakat menengah-bawah,” kata Juli dalam acara pelatihan wartawan BI di Banda Aceh, Jumat (7/2).
Seperti dikutip dari Antara, Budi menambahkan, masyarakat kelas menengah-atas di AS juga mendapatkan dorongan daya beli yang lebih baik, yang datang dari wealth effect sehingga konsumsi kelompok masyarakat ini menjadi lebih kuat.
Pada sisi yang lain, terdapat peningkatan investasi di bidang teknologi yang turut mendorong produktivitas. Juli menyebutkan bahwa belanja investasi AS, terutama pada teknologi tinggi dan teknologi terkait dengan kecerdasan buatan (AI), jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain seperti negara di kawasan Eropa, Jepang, hingga Korea Selatan.
“Ketiga hal tadi, dorongan dari sisi konsumsi menengah-bawah dan konsumsi menengah atas, serta dari sisi supply ada peningkatan produktivitas sehingga ekonomi Amerika ini masih tumbuh cukup kuat,” kata dia.
Ia juga menggarisbawahi kebijakan-kebijakan di bawah administrasi pemerintahan Amerika Serikat yang baru, seperti pemberlakuan tarif dagang yang akan membuat inflasi di negara tersebut menjadi lebih tinggi.
Selain itu terdapat kebijakan pemotongan pajak yang akan berimplikasi pada peningkatan inflasi yang di sisi lain sekaligus peningkatan defisit fiskal yang akan berpengaruh terhadap kenaikan imbal hasil atau yield US Treasury jangka pendek maupun jangka panjang.
Terakhir, Juli menyoroti kebijakan yang terkait dengan pengetatan tenaga kerja di AS yang berimplikasi terhadap peningkatan inflasi.
“Kebijakan tarif, kebijakan tax, kebijakan tenaga kerja (di Amerika Serikat) ini mengakibatkan ketidakpastian di global,” kata Juli.
Sejalan dengan kondisi tersebut, ekspektasi penurunan suku bunga bank sentral AS atau Fed Funds Rate (FFR) pun menjadi lebih terbatas.
Juli mengatakan, BI sendiri hanya memprakirakan penurunan FFR hanya terjadi satu kali pada tahun ini yakni pada semester II. Sementara pertumbuhan ekonomi AS, menurut prakiraan BI, akan berada di angka 2,4 persen pada tahun 2025.
Ketidakpastian Global
Sebelumnya, BI menyatakan bahwa divergensi pertumbuhan ekonomi dunia melebar dan ketidakpastian pasar keuangan global berlanjut.
“Perekonomian AS tumbuh lebih kuat dari perkiraan, didukung oleh stimulus fiskal yang meningkatkan permintaan domestik dan kenaikan investasi di bidang teknologi yang mendorong peningkatan produktivitas,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo beberapa waktu lalu.
Sebaliknya, kata Perry lagi, ekonomi Eropa, Tiongkok, dan Jepang masih lemah, dipengaruhi oleh menurunnya keyakinan konsumen dan tertahannya produktivitas. Sementara ekonomi India masih tertahan akibat sektor manufaktur yang terbatas.
Sejalan dengan itu, Perry mengatakan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 diperkirakan lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya menjadi 3,2 persen, terutama karena lebih tingginya perekonomian atau pertumbuhan AS sementara yang negara-negara lain itu mengalami perlambatan.
Berita Trending
- 1 Kepala Otorita IKN Pastikan Anggaran untuk IKN Tidak Dipangkas, tapi Akan Lapor Menkeu
- 2 Masyarakat Bisa Sedikit Lega, Wamentan Jamin Stok daging untuk Ramadan dan Lebaran aman
- 3 SPMB Harus Lebih Fleksibel daripada PPDB
- 4 Polemik Pagar Laut, DPR akan Panggil KKP
- 5 Peningkatan PDB Per Kapita Hanya Dinikmati Sebagian Kecil Kelompok Ekonomi