Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jum'at, 16 Agu 2024, 03:03 WIB

DPR Nilai Pendidikan Kedokteran Perlu Reformasi

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto.

Foto: antara

Komisi IX DPR RI mendorong agar pemerintah mereformasi pendidikan kedokteran untuk mencegah terjadinya perundungan karena adanya senioritas.

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mendorong pemerintah untuk mereformasi pendidikan kedokteran, terutama dalam kaitannya dengan pencegahan perundungan.

Hal tersebut merespons adanya kasus bunuh diri mahasiswi program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Prodi Anastesi Universitas Diponegoro (Undip) berinisial AR pada Senin (12/8) lalu yang diduga akibat perundungan dan kelebihan jam kerja.

"Meninggalnya salah satu calon dokter spesialis anastesi ini menciderai keinginan bangsa ini untuk melakukan reformasi di bidang kesehatan," ujar Edy, kepada Koran Jakarta, Kamis (15/8).

Dia menjelaskan, alibi pembentukan karakter calon dokter yang berujung pada perundungan adalah sebuah kesalahan. Menurutnya, sudah bukan lagi zamannya senior menekan juniornya mengingat beban akademik mahasiwa kedokteran terbilang berat.

Edi menambahkan, pembentukan kolegium dan konsil kedokteran yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan harus segera dilakukan. Lembaga ini menurut Edy berhak melakukan transformasi dalam menyusun standar pendidikan, standar proses dan penilaian, serta menguji kompetensi.

"Jangan biarkan senior yang menjadi penentu proses pembelajaran dan kelulusan residen dokter spesialis dan akhirnya seniornya melakukan tindakan sewenang-wenang karena merasa punya kuasa," jelasnya.

Penanganan Kasus

Edi meminta agar penanganan kasus yang terjadi di Undip Semarang tersebut diusut tuntas. Apalagi polisi telah menemukan buku harian korban yang menceritakan beratnya tuntutan menjadi mahasiswa kedokteran dan aksi seniornya.

Dia mendorong agar polisi dam kementerian terkait terbuka terhadap penyelidikan meninggalnya dokter tersebut. Apalagi Kemenkes mengakui adanya dugaan perundungan dan kelebihan jam kerja.

Sementara itu, Rektor Undip, Suharnomo, menyatakan tidak ada indikasi perundungan dalam kasus kematian mahasiswa kodekteran. Menurutnya, yang bersangkutan memiliki problem kesehatan yang mengganggu proses pembelajaran. "Dengan menjunjung tinggi nilai konfidensialitas dan privasi almarhumah, kami tidak dapat menyampaikan detail masalah kesehatan yang dialami selama proses pendidikan," ucapnya.

Dia memastikan, pihaknya terbuka dengan fakta-fakta valid di luar hasil investigasi pihak internal. Hal tersebut untuk menindaklanjuti tujuan penerapan zero bullying di Fakultas Kedokteran Undip. "Kami telah memantau secara aktif perkembanhan kondisi yang bersangkutan selama proses pendidikan," terangnya.

Terkait kasus tersebut, Kementerian Kesehatan menggandeng Polri untuk mengusutnya. "Kita kali ini sedang mengirim audit karena ini sudah ada kematian, juga kita juga bekerja sama dengan kepolisian setempat untuk melakukan pemeriksaan terhadap dokter yang bunuh diri ini," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin, Kamis.

Menkes mengungkapkan beberapa bukti dugaan bunuh diri peserta PPDS tersebut juga telah ditemukan. "Kita sudah menemukan, ada bukti catatan hariannya. Jadi, kita bisa melihat perkembangan moral kejiwaannya dia seperti apa, juga cukup detil ditulis di buku hariannya. Jadi, kita nanti akan confirm apakah hal ini benar-benar terjadi." ruf/S-2

Redaktur: Sriyono

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.