Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Obligasi Rekap I Pemerintah Diminta Setop Bayar Bunga Obligasi Rekap

Dari Satu Pengemplang BLBI Saja, Kerugian Negara Pada 2043 Mencapai Rp350 Triliun

Foto : ISTIMEWA

SUROSO I ZADJULI Guru Besar Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya - Mengapa negara bisa yang membayar bunganya? Padahal mereka yang berutang. Itu keputusan yang salah.

A   A   A   Pengaturan Font

Sementara itu, Ekonom Konstitusi, Defyan Cori, mengatakan konsekuensi dari kesalahan kebijakan BLBI dan pemberian SKL tentu berdampak pada stabilitas keuangan negara. Banyak pembangunan negara tidak berjalan karena tidak punya biaya, gara-gara membiarkan satu orang perampok yang mengorbankan 270 juta rakyat.

Dia mengusulkan untuk melakukan penyelesaian nilai ekonomi dari jumlah yang telah dikeluarkan oleh negara harus diputuskan secara kolektif bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebab, kebijakan pemberian BLBI dan SKL-nya merupakan tindak lanjut dari Ketetapan MPR Nomor VI/ MPR/2002 tentang Rekomendasi yang berkaitan dengan perjanjian PKPS yang berbentuk Master of Settlement Agreement and Acquisition (MSAA), Master of Refinancing and Not Issuance Agreement (MRNIA), yang mana secara teknis manajemen atau pengelolaan atas kebijakan itu berada pada Presiden saat itu.

"Oleh karena itu, pertanggungjawaban atas kesalahan pemberian SKL BLBI harus proporsional dibebankan pada pengambil kebijakan BLBI, yaitu jajaran Bank Indonesia, Kementerian Keuangan di masa pemerintahan Orde Baru," katanya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), katanya, harus mampu melakukan tindakan pro justitia pada siapa pun pejabat di tingkat teknis yang melakukan kongkalikong dengan para konglomerat atau korporasi besar yang memperoleh BLBI dan sekaligus juga diberikan SKL.

Beban rakyat yang selama ini menanggung biaya pokok dan bunga juga harus dikompensasi secara proposional, sekaligus mengembalikannya dalam bentuk tunai ke kas negara.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top