Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Senin, 12 Jul 2021, 12:57 WIB

Cara Tangani Warga Terpapar Covid-19 Ala Pemerintah Desa Citenjo Ini Patut Ditiru Desa Lainnya

Pemerintah Desa Citenjo menggelar rapat dengan pihak kepolisian setempat membahas penanganan dan penanggulangan Covid-19.

Foto: Istimewa

JAKARTA -Setelah diberitakan Koran Jakarta, tentang warga sakit dengan gejala khas Covid-19 belum dites antigen, pihak pemerintah Desa Citenjo akhirnya merespons itu. Via telepon, Warto, perwakilan dari Pemerintah Desa Citenjo menjelaskan duduk perkaranya.

Ia mengakui, di desanya memang ada yang positif Covid-19, namun pihak pemerintah desa sudah menanganinya dengan cepat. Ia memaklumi jika ada yang menilai pemerintah desa kurang tanggap. Mungkin karena belum tahu. Tapi baginya ini masukan berharga untuk memperbaiki diri agar lebih baik lagi.

Katanya, wajar jika ada yang masih menilai pemerintah desa tak bergerak cepat, karena tak semua mengetahui bagaimana kerja kerasnya pemerintah desa dalam masa pandemi ini. Padahal, ketika ada warga yang diduga terpapar Covid, pihaknya langsung bergerak tak tinggal diam.

Ia pun lantas menceritakan apa yang dikerjakan begitu ada informasi warga yang diduga terpapar Covid-19. Kata dia, begitu ada warga yang dinyatakan positif, pihaknya langsung membentuk panitia tingkat RT di mana warga yang terpapar Covid itu tinggal. Panitia lingkungan itu yang kemudian mengawasi serta membantu kebutuhan makan warga yang terpapar Covid. Termasuk beri ramuan yang bisa kuatkan imun tubuh. Pihak desa membantu dari dana desa. Pun, bantuan dari swadaya masyarakat.

"Selain biaya stimulan dari Desa, Alhamdulillah swadaya masyarakat dan lingkungan langsung menggalang dana semampunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga yang terpapar Covid-19," katanya.

Bahkan, kata dia, bantuan diberikan sampai warga yang terpapar itu benar-benar negatif dari virus.

"Kalau di test hasilnya sudah negatif baru panitia untuk membantu warga di lingkungan dibubarkan. Intinya dengan segala sumber daya yang kami punya, kami sudah bekerja keras membantu warga," ujarnya.

Namun memang, diakui kerap ada kendala, karena pemahaman warga akan Covid ini tak seragam. Sering warga yang diduga terpapar Covid ini enggan untuk dites. Mungkin karena takut. Diakuinya juga kerapkali ada warga yang anggap gejala khas Covid-19 itu seperti flu biasa. Padahal, sudah coba diyakinkan pentingnya di tes agar diketahui apa benar positif terpapar atau tidak. Jika bersikeras, pihak desa menyarankan isolasi mandiri, dengan pengawasan ketat dari panitia yang dibentuk pemerintah desa.

"Jadi sistem dari pemerintah desa kalau ada orang positif terpapar Covid dari tes pihak kesehatan kangsung unsur kewilayahan dalam hal Kadus atau Kepala Dusun membentuk panitia di lingkungan RT untuk membantu proses karantina mandiri warga yang terpapar Covid-19 itu. Dengan dibentuk panitia, tugas dan tanggung jawab masing-masing jelas," katanya.

Kendala terbesar memang soal pemahaman akan pentingnya tes Covid bagi warga yang diduga terpapar Covid. Padahal, sudah sering disosialisasikan. Namun ia paham, stigma penderita Covid akan dikucilkan membuat warga kadang takut untuk dites. Itu yang membuat pemerintah desa kerap serba salah. Karena tak bisa memaksa dengan keras. Maka, solusinya isolasi dengan pengawasan dari panitia lingkungan yang telah dibentuk di tingkat RT itu. Dan untuk kepastian dites pun, pemerintah desa menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kesehatan. Karena yang berwenang lakukan tes adalah pihak kesehatan. Pihak desa sekedar membantu semampu yang bisa dilakukan. Termasuk menyadarkan dan memberi edukasi warga bersangkutan agar mau dites.

"Jadi tidak benar jika kami kurang tanggap. Kami berusaha sekeras mungkin dengan sumber daya yang kami miliki. Tidak diam saja seperti yang diberitakan," ujarnya.

Untuk soal masih dibukanya masjid, Warto juga mengungkapkan bahwa pemerintah desa sebenarnya sudah menyampaikan soal aturan di PPKM Darurat. Maka, diundang pihak DKM Mesjid dan MUI setempat untuk mensosialisasikan itu. Namun, pihak DKM bersikeras jika solat Jumat masih bisa diadakan. Maka kemudian diambil jalan tengah, solat Jumat bisa adakan dengan protokol kesehatan ketat. Pihak pemerintah desa berusaha mengawasi pelaksanaannya.

"Pemdes dan BPD ini sudah mengundang pihak MUI dan DKM , tentang PPKM dulu. Tapi MUI danDKM masih ingin melaksanakan salat Jumat. Maka diambil jalan tengah salat Jumat dilaksanakan dengan protokol kesehatan ketat. Begitu juga ketika PPKM Darurat diberlakukan, kami juga tetap berdiskusi dengan mengundang MUI dan DKM untuk mensosialisasikan aturan PPKM Darurat itu. Ya kami ingin semua pihak itu saling menjaga protokol kesehatan di masa pandemi ini, agar tak saling menyalahkan nantinya. Sama-sama saling menjagalah," tuturnya.

Ia pun berharap, sosialisasi akan segala hal tentang Covid-19 dan juga pelaksanaan PPKM lebih intensif lagi dilakukan. Harus lebih gencar lagi terutama dari pihak kesehatan atau Satgas Sehingga kesadaran warga akan pentingnya protokol kesehatan dan juga testing, tracing dan treatment bisa tumbuh. Dan mereka yang terpapar tak takut akan stigma akan dikucilkan. Karena pasti pemerintah desa akan membantu andai pun warga bersangkutan berdasarkan hasil tes itu memang positif terpapar.

"Kalau soal gotong royong warga desa tak perlu ditanya, pasti tergerak saling bantu," katanya.

Ia juga berharap, ada bantuan masker, juga bantuan semisal sembako bagi warga yang terpapar Covid-19. Karena harus diakui, bagi warga yang penghasilannya misalnya pas pasan, membeli beras lebih penting ketimbang membeli masker. Itu kata dia dilematis. Karena itu, ia berharap ada bantuan masker bagi warga, karena anggaran desa pun terbatas. Terutama masker medis atau masker tiga lapis. Karena masker kain rata-rata warga sudah punya. Juga bantuan paket sembako.

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Agus Supriyatna

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.