Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 18 Feb 2025, 16:10 WIB

Cap Go Meh Bukan Sekadar Simbol Kekayaan Budaya Singkawang

Arak-arakan tatung dalam kegiatan Cap Go Meh yang dilaksanakan di Kota Singkawang 2025.

Foto: ANTARA/Rendra Oxtora

PONTIANAK - Gemuruh tetabuhan yang harmonis dari loku, gong, dan cymbal mengiringi ritual suatu tarian dalam acara Cap Go Meh di Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

Suara tetabuhan yang konstan itu mengiri gerak para tatung, peserta arak-arakan yang  telah melalui proses persiapan spiritual yang ketat; berpuasa, bermeditasi, dan  pembersihan diri  beberapa hari sebelumnya.

Ketika ritual dimulai dengan doa-doa yang dipimpin oleh seorang pendeta Tao, asap dupa mengepul tebal. Asap dupa menguar aroma khas. Ada sesuatu yang mistis di sana.

Beberapa saat kemudian, para tatung terlihat mulai kerasukan. Mata mereka terpejam, tubuh mereka bergoyang perlahan, dan tiba-tiba — dengan gerakan yang cepat dan penuh tenaga, mereka berdiri kokoh. 

Roman mereka berubah drastis. Ada yang terlihat garang, ada yang penuh wibawa, dan ada pula yang menunjukkan senyum misterius. Mereka mulai bergerak dengan lincah, seolah-olah bukan lagi manusia biasa, melainkan perwujudan dari kekuatan spiritual yang tinggi.

Mereka pun duduk di tandu kebesaran dengan pakaian serba merah dan kuning. Ada juga yang menggunakan pakaian serba hijau dan putih, warna yang melambangkan keberuntungan dan kekuatan spiritual. Wajah mereka terlihat tenang, namun ada aura misterius yang memancar.

Salah satu momen paling menegangkan adalah ketika para tatung menunjukkan kekebalan dari benda-benda tajam. Dengan penuh keyakinan, mereka mengambil pedang, golok, atau bahkan tombak yang telah disiapkan untuk menggores tubuh mereka sendiri. Mereka mengiris lidah, pipi, perut, atau punggung. Namun, tidak ada darah yang keluar, atau jika ada, hanya sedikit dan langsung berhenti.

Tanpa ragu, mereka juga menusuk pipi dengan beberapa benda tajam berbentuk sumpit. Tidak hanya satu, tetapi 2 hingga tiga buah, di tusukkan begitu saja ke pipi mereka hingga tembus dan membuat mereka tampak mengerikan. Namun, sekali lagi tidak terlihat darah keluar mengalir pipi mereka.

Beberapa tatung menaiki tangga yang terbuat dari pisau tajam. Dengan kaki telanjang, mereka melangkah perlahan namun pasti, seolah-olah pisau-pisau itu tidak mampu melukai mereka. Suara gemerincing pisau dan teriakan penonton menciptakan atmosfer yang begitu hidup.

Ribuan pasang mata menyaksikan dengan takjub, para penonton berdecak kagum. Ada yang berteriak histeris, ada pula yang terdiam terpana, sementara kamera-kamera mengabadikan momen magis itu.

Definisi Tatung

Tatung merujuk pada individu-individu yang diyakini mampu menjadi medium bagi roh dewa atau leluhur melalui serangkaian ritual tertentu. Istilah ini berakar dari bahasa Hakka, yaitu tah thung, yang  dapat diartikan sebagai orang yang kerasukan.

Menurut penjelasan FX Asali,  ahli budaya Tionghoa dari Kalimantan Barat, kata tatung berasal dari dialek Hakka yang terdiri dari dua bagian: "ta" yang berarti tepuk atau pukul, dan "tung" yang merujuk pada "thungkie" atau orangnya.

Dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa setempat, tatung dianggap memiliki kekuatan supranatural dan ketahanan fisik yang luar biasa saat  kerasukan.

Ketika menjalankan ritual, seorang tatung biasanya mengenakan pakaian tradisional, baik yang berciri khas Tionghoa maupun Dayak.  

Tidak semua orang bisa menjadi tatung. Kemampuan ini seringkali diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga tertentu. Namun, ada juga yang menjadi tatung setelah menjalani proses pembelajaran dari seorang guru spiritual atau melalui pengalaman mistis seperti mimpi yang dianggap sebagai panggilan.

Dalam perayaan Cap Go Meh di Singkawang, peran tatung sangat penting sebagai penghubung antara dunia manusia dan alam spiritual. Mereka dipercaya mampu mengusir roh jahat dan membersihkan kota dari energi negatif melalui ritual yang dilakukan. Kehadiran mereka menjadi salah satu daya tarik utama dalam pawai tahunan Cap Go Meh.

Roh-roh yang dihadirkan dalam ritual tatung diyakini sebagai entitas baik yang dapat melindungi masyarakat dari gangguan roh jahat. Saat dirasuki, tatung dianggap memiliki kekuatan gaib dan bertindak di luar kesadaran mereka, sehingga mampu menjaga keharmonisan hidup warga Singkawang.

Asal-Usul Tradisi Tatung

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Singkawang Asmadi menyatakan bahwa keberadaan tatung di Singkawang sejak  tahun 1737. Tradisi itu memiliki akar sejarah yang dalam, terkait erat dengan kedatangan etnis Tionghoa ke Kalimantan Barat.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa tradisi ini bermula dari wabah penyakit yang melanda kawasan pertambangan emas di Monterado, sekarang masuk wilayah Kabupaten Bengkayang, pada pertengahan abad ke-18.

Pada masa itu, Sultan Sambas mendatangkan banyak pekerja tambang dari etnis Tionghoa, terutama dari suku Hakka, untuk bekerja di tambang emas.

Ketika wabah misterius menyerang dan menewaskan banyak orang, masyarakat setempat percaya bahwa hal ini disebabkan oleh roh-roh jahat. Karena belum ada pengobatan modern, para pendatang Tionghoa pun menggelar ritual tolak bala yang dikenal dalam bahasa Hakka sebagai ta ciau.

Ritual ta ciau melibatkan pemanggilan roh dewa dan leluhur untuk merasuki tubuh beberapa orang. Mereka yang kerasukan kemudian diarak keliling desa sambil menampilkan berbagai atraksi supranatural guna mengusir roh jahat penyebab wabah.

Setelah ritual ini dilakukan, wabah pun berangsur menghilang. Sejak saat itu, ritual tersebut berkembang menjadi tradisi yang terus dilestarikan dan dikenal sebagai tatung.

Seiring waktu, tradisi tatung berakulturasi dengan budaya lokal, khususnya budaya Dayak. Hal ini terjadi karena interaksi yang intens dan perkawinan campur antara etnis Tionghoa dan Dayak di Kalimantan Barat. Kedua kelompok ini memiliki tradisi yang melibatkan kekuatan supranatural dan penghormatan terhadap roh leluhur, sehingga menghasilkan perpaduan unik dalam ritual tatung.

Awalnya, ritual Tatung hanya dilakukan saat terjadi wabah atau bencana. Namun, lambat laun, tradisi ini menjadi bagian integral dari perayaan Cap Go Meh yang diadakan setiap tahun. Berkat kuatnya ikatan budaya dalam masyarakat multikultural Singkawang, tradisi ini terus bertahan hingga saat ini.


Tradisi Tatung dalam Cap Go Meh

Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Singkawang Heri Apriadi mengatakan Cap Go Meh adalah perayaan budaya Tionghoa yang sangat penting di Singkawang.

Singkawang pun dikenal sebagai tempat  perayaan Cap Go Meh terbesar di Indonesia.

Ritual tatung menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun internasional. Pada acara itu terlihat perpaduan budaya Tionghoa dan Dayak, menciptakan sebuah tradisi mistis yang kaya akan makna spiritual. 

Pemerintah daerah dan komunitas budaya terus berupaya menjadikan Cap Go Meh sebagai acara unggulan yang tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga memperkuat identitas Singkawang sebagai "Kota Seribu Kelenteng".

Namun, di tengah arus modernisasi dan digitalisasi, pelestarian tradisi tatung menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah turunnya minat generasi muda terhadap budaya tradisional, serta pengaruh globalisasi yang menggeser nilai-nilai lokal. Selain itu, persepsi masyarakat terhadap ritual ini juga menjadi tantangan tersendiri.

Era digital juga membawa tantangan baru. Media sosial dan platform digital menjadi alat utama dalam mendokumentasikan dan mempromosikan Cap Go Meh. Di satu sisi, ini membuka peluang untuk memperkenalkan budaya tersebut ke kancah internasional.

Namun, di sisi lain, ada risiko bahwa makna dan esensi spiritual dari ritual ini bisa terkikis jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih mendalam untuk memastikan bahwa budaya tatung dan Cap Go Meh tetap relevan dan berkelanjutan di era digital, tanpa kehilangan nilai-nilai tradisional yang menjadi intinya.

Meski menakjubkan, atraksi tatung sering menimbulkan kontroversi. Sebagian orang menganggapnya sebagai trik sulap, sementara yang lain meyakini adanya kekuatan supranatural di baliknya. Terlepas dari perdebatan ini, kemampuan tatung tetap menjadi daya tarik utama yang membuat tradisi ini terus bertahan.

Perayaan Cap Go Meh di Singkawang, dengan atraksi tatung sebagai pusatnya, telah menjadi kegiatan budaya yang mendatangkan ribuan wisatawan setiap tahun. Hal ini memberikan dampak positif bagi sektor pariwisata dan ekonomi lokal, termasuk perhotelan, kuliner, dan industri kreatif.

Pemerintah daerah dan komunitas budaya terus berupaya melestarikan tradisi ini sembari mempromosikannya sebagai bagian dari identitas budaya Singkawang. Dibutuhkan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda untuk memastikan warisan budaya ini tetap hidup dan relevan di masa depan.

Dengan segala keunikan dan daya tariknya, tatung tidak hanya menjadi simbol kekayaan budaya Singkawang, tetapi juga bukti nyata keberagaman dan harmoni dalam masyarakat multikultural Indonesia. Ant

Redaktur: -

Penulis: Deri Henriawan

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.