Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sejarah Timur Tengah

Bir Tawil, Tanah Tak Bertuan di Perbatasan Mesir dan Sudan

Foto : afp/ ASHRAF SHAZLY
A   A   A   Pengaturan Font

Pendudukan dan pembagian Mesir dan Sudan oleh Inggris menciptakan salah satu perbatasan paling menarik di dunia. Tidak diklaim oleh negara mana pun, Bir Tawil berdiri sendiri sebagai terra nullius alias tanah tak bertuan.

Pendudukan dan pembagian Mesir dan Sudan oleh Inggris menciptakan salah satu perbatasan paling menarik di dunia. Tidak diklaim oleh negara mana pun, Bir Tawil berdiri sendiri sebagai terra nullius alias tanah tak bertuan.

Di perbatasan Mesir dan Sudan terdapat salah satu wilayah paling aneh dalam sejarah. Dengan luas 2.060 kilometer persegi, tempat ini lebih besar dari London dan New York, namun tanahnya berupa hamparan gurun. Dalam sejarahnya, tanah ini menjadi masalah bagi para pembuat undang-undang internasional selama lebih dari enam puluh tahun.

Wilayah ini tidak memiliki populasi tetap dan hanya dapat dihuni oleh populasi nomaden. Wilayah ini disebut Bir Tawil nama dalam bahasa Arab yang artinya sumur air tinggi. Tanah ini tidak diklaim oleh Mesir maupun Sudan.

Dalam sejarahnya Bir Tawil mengungkap pertikaian yang telah berlangsung lebih dari 100 tahun, yang melahirkan serangkaian masalah dan tantangan hukum dari seluruh penjuru dunia. Sepanjang sejarah tidak ada wilayah yang lebih baik menggambarkan dampak sejarah pada negara dan perbatasan dengan masalah yang terus muncul. Namun, bagaimana tanah ini terbentuk, dan dapatkah seseorang mengklaimnya?

Sejarah Bir Tawil bermula dari pendudukan Inggris di Mesir pada tahun 1882. Awalnya merupakan solusi jangka pendek untuk melindungi kepentingan moneter Inggris di negara tersebut, namun pada kenyataannya, Inggris ingin mengendalikan perdagangan lokal untuk melemahkan Kekaisaran Ottoman dan memperkuat posisinya di sekitar Terusan Suez.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top