Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Senin, 20 Des 2021, 07:06 WIB

Berpihak ke Petani dengan Hentikan Impor Pangan

Petani memanen bawang merah di persawahan desa Kalirejo, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (13/11/2021). Petani bawang setempat mengatakan, sejak dua pekan terakhir harga bawang merah terus mengalami penurunan dari Rp15.000 menjadi Rp5.000 per kilogram akibat panen serentak di sejumlah daerah.

Foto: ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/aww

Keberpihakan Presiden Joko Widodo tidak perlu diragukan lagi. Kali ini dibuktikannya saat kunjungan kerjanya di Temanggung, Jawa Tengah untuk menanam bawang merah beberapa hari lalu.

Saat bebincang santai dengan petani bawang merah di sebuah saung di tepi sawah, Presiden mendengarkan keluhan petani yang enggan menanam bawang putih lagi karena saat panen tiba, harganya terjun bebas. Penyebabnya, di saat bersamaan masuk bawang putih impor dalam jumlah besar.

Mendengar keluhan petani, Kepala Negara langsung menindaklanjuti. Ia langsung menelepon Menteri Perdagangan, M Lutfi perihal jatuhnya komoditas khususnya bawang putih di tingkat petani. "Pak Menteri, ini saya dengan para petani di Temanggung. Keluhan mereka semuanya sama, pada saat panen justru bawang putih impor masuk.

Keluhan petani di Temanggung tersebut sebenarnya mewakili petani komoditas lain di berbagai wilayah di Indonesia seperti petani padi, petani tebu, dan juga petani garam. Sudah bukan rahasia lagi, memang ada oknum yang selalu "bermain" dengan mengorbankan kepentingan petani.

Oknum tesebut bukan hanya mencari untung, tetapi juga menyengsarakan petani akibat impor yang ia lakukan. Lihat saja Nilai Tukar Petani (NTP) yang setiap bulan diumukan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak pernah melebih angka 105, bahkan tidak jarang NTP di bawah 100 yang artinya uang yang dikeluarkan petani untuk produksi lebih tinggi dari pemasukan yang ia peroleh.

Mulai sekarang, jika pemerintah memang benar-benar niat memperkuat ketahanan pangan Indonesia, hentikan impor semua jenis pangan yang bisa diproduksi oleh petani dalam negeri agar petani kita bisa meraih untung, NTP-nya lebih tinggi, dan ekonominya bisa lebih sejahtera. Kebijakan impor yang berlebihan itu sama saja dengan tidak mendukung program food estate yang sedang dikampanyekan pemerintahan Joko Widodo.

Kalau toh harus impor, yang menentukan harus Badan Pangan, bukan kementerian lagi. Kita berharap banyak agar Badan Pangan yang baru dibentuk bisa memberantas mafia impor pangan yang terus berlangsung dari rezim ke rezim. Bukan rahasia lagi kalau izin impor yang dikeluarkan menghasilkan fee yang tidak sedikit. Semakin besar impor dilakukan, semakin besar juga fee yang didapat. Makanya tidak mengherankan jika jumlah dan nilai impor semakin naik dari tahun ke tahun.

Impor pangan, menjadi celah korupsi para pihak yang memang berniat mengambil keuntungan. Oleh karena itu, pemerintah harus memperbaiki tata kelola pangan lokal dengan lebih berpihak kepada petani atau masyarakat. Cinta produk dalam negeri harus direalisasikan dalam kebijakan bukan sekadar jargon.

Kita tentu masih ingat kasus impor bawang putih pada 2018 lalu, melibatkan pejabat di Kementerian Pertanian dan Perdagangan, politisi, pihak ketiga dan diduga kerugian negara mencapai sekitar tiga triliun rupiah dari mark up harga. Begitu pula penentuan kuota impor bawang putih sebanyak 20 ribu ton pada 2019 ditengarai meminta fee sebesar 1.700-1.800 rupiah per kilogram dari bawang putih yang diimpor yang melibatkan pejabat penyelenggara negara.

Redaktur: Koran Jakarta

Penulis: Koran Jakarta

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.