Beban Utang dan Belanja Iklim Picu Negara Berkembang ke Jurang Kebangkrutan
International Monetary Fund (IMF)
"Dalam jangka panjang, yang perlu ditekankan bukan hanya kebutuhan dan kemampuan membayar utang, tetapi juga kemampuan negara berkembang untuk mengelola kompleksitas keberlanjutan utang," jelas Aloysius.
Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan IMF perlu mempertimbangkan perkembangan itu untuk memberikan kelonggaran pembayaran bagi para debitur. Negara-negara maju juga harus berani memberikan dukungan dana untuk adapasi iklim.
"Negara-negara miskin memang tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena tanpa adaptasi iklim dan kebutuhan transisi ke energi bersih, mereka sudah kesulitan dalam membayar kewajiban utangnya. Jadi, harus ada semacam intervensi agar mereka tidak sampai bangkrut," kata Wibisono.
Secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan laporan ini justru memperkuat kekhawatiran terbesar dari jebakan utang dalam skema pembiayaan untuk mitigasi perubahan iklim maupun transisi energi.
"IMF dan Bank Dunia seolah memanfaatkan ketidakmampuan negara berkembang dan miskin memenuhi sumber pembiayaan di dalam negeri dengan kedok utang baru," ungkap Bhima.
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya