Selasa, 18 Mar 2025, 16:50 WIB

Angin Segar untuk Tata Kelola Kehutanan, Organisasi Lingkungan Harapkan Revisi UU Kehutanan yang Holistik, Progresif, dan Partisipatif

Ilustrasi soal lingkungan hidup.

Foto: antara foto

JAKARTA - Sejumlah organisasi lingkungan mengharapkan rencana DPR RI merevisi Undang Undang (UU) 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi angin segar bagi tata kelola kehutanan, mengharapkan UU yang baru dapat lebih holistik, progresif, dan partisipatif.

Dalam pernyataan yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (18/3), Koordinator Forum Dialog Konservasi Indonesia (FDKI) Muhamad Burhanudin mengatakan UU No. 41 Tahun 1999 telah menjadi dasar dalam tata kelola hutan Indonesia selama lebih dari dua dekade.

"Namun, seiring perkembangan zaman dan meningkatnya tekanan terhadap sumber daya hutan, regulasi ini dinilai perlu diperbarui untuk menyesuaikan dengan tantangan saat ini," katanya dalam diskusi yang diadakan Yayasan KEHATI bersama FDKI di Jakarta hari ini.

Secara khusus dia menyoroti sejumlah isu yang dihadapi termasuk deforestasi dan alih fungsi lahan yang menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) penyebab perubahan iklim. Di sisi lain, katanya, penegakan hukum masih dapat dimaksimalkan untuk penanganan isu-isu kehutanan.

Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga dalam kesempatan yang sama menjelaskan ketidaksesuaian dengan kondisi dan tantangan kehutanan saat ini, termasuk dampak perubahan iklim, deforestasi, degradasi hutan, dan meningkatnya konflik agraria juga menjadi catatan terkait UU 41 Tahun 1999. Selain itu, tumpang tindih regulasi dengan UU lain, seperti UU Cipta Kerja, juga turut mempengaruhi tata kelola kehutanan.

"Belum maksimalnya perlindungan terhadap masyarakat adat dan lokal, yang sering kali kesulitan memperoleh pengakuan atas hak mereka di dalam dan sekitar hutan, bahkan mengalami kriminalisasi, menjadi catatan buruk yang harus dicarikan solusi dalam UU yang baru. Putusan MK 35 Tahun 2012 harus menjadi pertimbangan dalam UU Kehutanan yang baru," tuturnya.

Regulasi yang direvisi diharapkan dapat juga menjadi jawaban atas isu tata kelola kehutanan di Indonesia termasuk isu transparansi dan akuntabilitas, terutama dalam perizinan dan pengawasan pengelolaan hutan. Selain juga diharapkan adanya penguatan penegakan hukum menghadapi dengan pembalakan liar (illegal logging), perambahan hutan, dan kebakaran hutan.

Revisi UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sendiri telah masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2025 atas inisiatif DPR RI.

Redaktur: Sriyono

Penulis: Sriyono

Tag Terkait:

Bagikan: