Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Amputasi Kewenangan DPR

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Andryan, SH, MH

Polemik kewenangan superpower Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) No 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) akhirnya diamputasi putusan judicial review Mahkamah Konstitusi (MK). UU MD3 memuat poin-poin terkait kewenangan kelembagaan wakil rakyat tersebut, di antaranya hak DPR dalam memanggil paksa dengan bantuan polisi, melaporkan semua elemen masyarakat yang merendahkan kehormatan DPR, dan hak imunitas ketika ada dugaan tindak pidana di luar tugasnya sebagai anggota DPR, serta juga "menghidupkan" kembali peran Majelis Kehormatan Dewan (MKD).

Melalui Putusan Nomor 16/PUU-XVI/2018, MK menyatakan aturan pemanggilan paksa oleh DPR dan aturan dibolehkannya langkah hukum bagi pihak yang merendahkan martabat DPR dalam Pasal 73 Ayat (3), Ayat (4), Ayat (5), dan Ayat (6) serta Pasal 122 huruf l UU MD3, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Selain itu, ketentuan "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 yang harus mendapat persetujuan tertulis Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD," juga dinyatakan inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top