Koran-jakarta.com || Selasa, 10 Okt 2023, 01:01 WIB

KPAI Sebut Sektor Pendidikan Alami 'Darurat Kekerasan'

  • Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
  • Darurat Kekerasan

JAKARTA - Komisioner Klaster Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono, mengatakan, sektor pendidikan di Indonesia sedang mengalami situasi "darurat kekerasan". Hal tersebut merupakan sebuah ironi mengingat pendidikan merupakan salah satu instrumen membangun generasi emas.

KPAI Sebut Sektor Pendidikan Alami 'Darurat Kekerasan'

Ket. Komisioner Klaster Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono.

Doc: istimewa KPAI Sebut Sektor Pendidikan Alami 'Darurat Kekerasan'

"Dapat dikatakan dunia pendidikan kita sedang mengalami "darurat kekerasan". Hal itu dibuktikan dengan maraknya aksi bullying dan perundangan, serta bentuk kekerasan lainnya pada lingkungan satuan pendidikan di beberapa daerah," ujar Aris dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (9/10).

Aris mengungkapkan, data pelanggaran terhadap perlindungan anak yang masuk KPAI hingga Agustus 2023 mencapai 2.355 kasus. Adapun perinciannya anak sebagai korban bullying/perundungan 87 kasus, anak korban pemenuhan fasilitas pendidikan 27 kasus, anak korban kebijakan pendidikan 24 kasus, anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, 236 kasus, anak korban kekerasan seksual 487 kasus, serta masih banyak kasus lainnya yang tidak teradukan ke KPAI.

"Data ini cenderung naik setiap bulannya, sehingga perlu mendapatkan perhatian bersama untuk menekan penurunan angka kekerasan anak, khususnya di lingkungan satuan pendidikan. Lingkungan pendidikan harus aman dan nyaman untuk anak, sehingga tumbuh kembang anak dapat maksimal," jelasnya.

Faktor Penyebab

Aris menilai, beberapa penyebab tingginya angka kekerasan pada lingkungan satuan pendidikan antara lain adanya penyimpangan relasi kuasa antara pendidik dengan peserta didik. Menurutnya, adanya penyalahgunaan relasi kuasa antara peserta didik sesama peserta didik, merasa menjadi kakak kelas, merasa lebih kuat, sehingga mendorong melakukan kekerasan kepada yang adik kelas atau yang lebih lemah.

Dia menambahkan ada juga pengaruh game online dan media sosial yang masih banyak menyajikan tayangan yang penuh kekerasan dan tidak ramah anak, sehingga karakter, akhlak, serta budi pekerti anak menjadi lemah. Dia meminta pemerintah sampai satuan pendidikan untuk mengatasi hal tersebut.

"Kementerian, Pemerintah Daerah, serta satuan pendidikan harus menguatkan program literasi digital ramah anak, membatasi tayangan TV/Media Sosial/Game yang mengandung konten kekerasan atau yang tidak layak ditonton anak, sehingga dapat menekan kasus cyber bullying atau perilaku menyimpang lainnya pada anak," katanya.

Aris menyebut, masih terselenggara struktur kurikulum dan metode pembelajaran yang menitikberatkan pada capaian target kognitif saja, sehingga pendidikan penguatan karakter kurang mendapatkan perhatian. Di sisi lain pengawasan dari satuan pendidikan serta kontrol kebijakan dan regulasi pada sisi implementasi dari dinas pendidikan masih lemah.

"Kekerasan pada anak ibarat fenomena "gunung es", satu kasus nampak, yang lain masih belum terungkap, satu kasus tertangani, kasus lain masih banyak lagi yang terabaikan," tandasnya.

Tim Redaksi:
M
S

Like, Comment, or Share:

Tulisan Lainnya dari Muhamad Ma'rup

Artikel Terkait