Koran-jakarta.com || Rabu, 16 Sep 2020, 20:38 WIB

Putus Rantai Kekerasan Siswa Melalui Kegiatan Edukatif

JAKARTA - Kegiatan edukatif, salah satunya penguatan karakter menjadi kunci utama untuk menyiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan di abad ke-21. Kegiatan edukatif dapat mencegah dan bahkan memutus rantai kekerasan siswa.

Putus Rantai Kekerasan Siswa Melalui Kegiatan Edukatif

Ket. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri pada webinar Antisipasi Tindak Kekerasan Peserta Didik Jenjang SMP Angkatan III secara virtual, di Jakarta, Rabu (16/9).

Doc: Koran Jakarta/Muhamad Marup. Putus Rantai Kekerasan Siswa Melalui Kegiatan Edukatif

"Mengatasi tindak kekerasan adalah dengan selalu berpikir dan bertindak positif. Kekerasan tidak boleh dilawan dengan kekerasan," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jumeri, dalam acara webinar Antisipasi Tindak Kekerasan Peserta Didik Jenjang SMP Angkatan III yang berlangsung secara virtual di Jakarta, Rabu (16/9).

Jumeri menekankan ada tiga aspek atau tripusat pendidikan yang membentuk karakter siswa. Tiga aspek tersebut yaitu keluarga atau rumah yang memberi pengaruh sebesar 60 persen, satuan pendidikan sebesar 25-30 persen, masyarakat yang memberi sebesar 10-15 persen.

"Masing-masing aspek mempengaruhi satu sama lainnya. Pada aspek pertama dan kedua kita masih bisa kendalikan, tapi kalau di level masyarakat akan sulit," jelasnya.

Jumeri mengatakan untuk mencegah tindak kekerasan, semua pihak harus menggalakkan berbagai kegiatan edukatif. Siapkan program sekolah ramah anak dengan model pembelajaran mengarah pada pembinaan karakter peserta didik.

Selain itu, kata dia, fasilitas sekolah yang dapat memonitor seluruh sudut sekolah dengan baik harus ditingkatkan. Adapun program yang mampu meningkatkan pemahaman tentang persaudaraan, hati nurani, toleransi, ketulusan, dan kejujuran seperti ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang positif perlu terus digiatkan.

"Libatkan orang tua dalam memecahkan problematika pembelajaran. Jangan sampai ada pandangan kalau orang tua diundang ke sekolah hanya masalah uang atau putra-putrinya ada kasus di sekolah," imbuhnya.

Lebih jauh Jumeri mengatakan adanya interaksi antara orang tua dan sekolah, memungkinkan kedua belah pihak mengenal dan memahami karakter dan potensi anak. Dengan begitu tujuan pembelajaran dapat tercapai khususnya di tengah pembelajaran jarak jauh (PJJ) seperti sekarang.

"Adakan pertemuan bulanan berupa kelas parenting secara berkala. Di forum itu guru dan orang tua saling bertukar informasi tentang kegiatan sekolah, kendala belajar hingga kondisi peserta didik di rumah," katanya.

Jumeri meminta kepada para siswa untuk menjadi agen anti kekerasan di sekolah dengan berprestasi dan menjaga budi pekerti. Para siswa juga harus bergaul dalam lingkungan yang mengajak kepada kebaikan.

"Bentengi diri kalian dengan ilmu yang bermanfaat agar kalian bisa memberi 'warna' bagi lingkungan sekitar," tandasnya.

Komisioner Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menegaskan agar siapapun yang mendapat kekerasan verbal maupun nonverbal untuk berani melapor. Terutama jika kekerasan terjadi pada siswa, siswa segera diminta melapor kepada guru. ruf/N-3

Tim Redaksi:
M
M

Like, Comment, or Share:

Tulisan Lainnya dari Muhamad Ma'rup

Artikel Terkait