Orientasi Tahun Ajaran Baru
Foto: koran jakarta/onesOleh M Mushthafa
Memasuki awal tahun pelajaran baru sekolah, insan pendidikan banyak menyorot kegiatan orientasi untuk siswa baru yang saat ini diberi nama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Masuknya unsur kekerasan yang ditengarai selalu muncul dalam kegiatan tersebut membuat pemerintah pada tahun 2016 mengeluarkan instruksi khusus untuk memformat ulang kegiatan rutin tahunan tersebut.
Selain kegiatan MPLS, sejak 2015 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberi penekanan pada keterlibatan orangtua/wali untuk mendukung proses pendidikan di sekolah dengan mendorong mereka untuk mengantarkan anak-anak pada hari pertama sekolah. Di luar kedua hal tersebut, semua mengetahui bahwa kunci penting pendidikan di sekolah bagaimanapun terletak di tangan guru.
Para guru itulah yang sehari-hari bersentuhan secara langsung dengan murid melalui pembelajaran di kelas, pergaulan di lingkungan sekolah, maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler. Mengingat posisi penting guru tersebut, pertanyaan yang menarik diangkat di awal tahun pelajaran, tidakkah penting kiranya bagi sekolah untuk menyegarkan orientasi kependidikan para guru melalui kegiatan khusus di awal tahun pelajaran.
Dalam tugas dan pengabdian sehari-hari, para guru telah berjibaku dengan dinamika yang sangat beragam di kelas dan sekolah sesuai dengan latar tempat, lingkungan sosial-budaya, dan karakter murid. Di luar sekolah, para guru juga bersentuhan dengan arus pergaulan sosial yang terus mengalami perubahan cepat. Media sosial dan internet pada umumnya yang dapat dilihat sebagai sumber belajar dan tempat aneka "teladan" perilaku saat ini menjadi aktor penting yang tak bisa diremehkan pengaruhnya bagi dunia pendidikan.
Dengan situasi dan tantangan yang sedemikian rupa, penyegaran orientasi kependidikan untuk guru sebenarnya sangat penting dilakukan secara lebih tertata oleh sekolah. Bagaimanapun, kegiatan rutin mengajar yang juga ditambah dengan tugas administratif cukup rawan menumpulkan kepekaan para guru untuk melihat tantangan kontekstual masa kini dalam kaitannya dengan nilai dasar tugas keguruan dalam praksis pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Jika ditilik secara mendalam, kata "orientasi" memiliki makna yang sangat mendasar dan penting. Dalam menjelaskan pengertian Etika atau Filsafat Moral, Franz Magnis-Suseno (1996: 13) memberikan gambaran makna "orientasi" dengan situasi yang dihadapi oleh seseorang yang sedang bepergian ke tempat asing untuk pertama kali. Bisa dibayangkan situasi kejiwaan orang tersebut: tiba sendiri di terminal, tanpa tahu harus ikut angkutan mana untuk tiba ke tempat tujuan. Sementara itu, calo-calo dan bahkan juga preman mengintai memanfaatkan kebingungan orang tersebut.
Gambaran ini memberikan pengertian makna orientasi yang sangat penting dan kontekstual. Melalui gambaran tersebut, dapat memahami bahwa orang yang kehilangan orientasi terancam tak akan mencapai tujuan. Di samping itu, ada kemungkinan pihak ketiga mengambil keuntungan dari situasi orang kehilangan orientasi dan dapat memicu masalah atau kerugian.
Guru
Siswa baru di sekolah mengikuti kegiatan orientasi karena memasuki jenjang pendidikan dan lingkungan belajar lain. Jika siswa perlu mendapatkan orientasi sebelum memulai belajar di sekolah, maka orientasi untuk guru sebenarnya juga sangatlah penting. Bahkan, meskipun bukan pertama kali mengajar, orientasi untuk guru di awal tahun pelajaran tetaplah penting.
Awal tahun pelajaran adalah momentum tepat untuk menyegarkan kembali visi kependidikan para guru. Ini terutama terkait peran yang sedang dimainkan dalam kehidupan sosial. Visi ini perlu terus disegarkan seiring dengan situasi zaman yang berubah.
Yang paling penting digarisbawahi pada orientasi visi keguruan terkait dengan peran dan tugasnya. Jika peran guru hanya dilihat dalam kerangka yang sempit, maka kerja kependidikan berada dalam asumsi bersifat pinggiran. Padahal, pendidikan merupakan kerja peradaban yang maknanya sangat mendalam. Para guru adalah agen penting dalam perubahan dan kemajuan masyarakat.
Pendidikan bukan hanya mengantarkan individu pada mobilitas vertikal, tapi juga mengantar masyarakat menyongsong kebangkitan dan kemajuannya sebagai komunitas atau bangsa. Sejarah kebangsaan Indonesia menunjukkan bahwa tokoh-tokoh penting pendiri bangsa pernah mengabdi di dunia pendidikan sebagai guru. Perjumpaan langsung para guru dengan para generasi penerus bangsa yang intens setiap hari dapat mengilhamkan dan memberikan dorongan yang kuat untuk mengerahkan segenap daya dan kemampuan dalam kerangka pengabdian pada masyarakat dan bangsa.
Guru yang memiliki kerangka pikir lebih luas akan dapat membawa masalah-masalah dan tantangan aktual kebangsaan ke ruang pembelajaran baik sebagai materi maupun jangkar orientasi pembelajaran. Masalah-masalah seperti ancaman narkoba, virus radikalisme, terorisme, eksploitasi alam yang mengabaikan keadilan, dan sebagainya adalah tema-tema serta tantangan kebangsaan yang perlu direspons dunia pendidikan, khususnya oleh para guru.
Dengan bekal orientasi segar dan pembacaan aktual atas visi kependidikan, diharapkan para guru dapat memberi sumbangan lebih besar bagi pembangunan kehidupan kebangsaan.
Penulis Dosen Instika Jawa Timur
Penulis: Arip, CS Koran Jakarta, Dika, Dimas Prasetyo, Dio, Fathrun, Gembong, Hamdan Maulana, Hayyitita, HRD, Ichsan Audit, Ikn, Josephine, Kelly, Khoirunnisa, Koran Jakarta, Leni, Lukman, Mahaga, Monic, Nikko Fe, Opik, Rabiatul Adawiyah, Rizky, Rohmad, Sujar, Tedy, User_test_2, Wahyu Winoto, Wawan, Zaky
Tag Terkait:
Berita Trending
Berita Terkini
- Pertumbuhan Kapitalisasi Pasar Modal Tahun Ini Kehilangan Daya Pacu
- Bangun Ketahanan Energi, Pemerintah Segera Implementasikan Program B40 Pekan Ini
- Film Sejarah ‘Harbin’ Puncaki Box Office Korsel
- Album ‘SOS’ SZA Kembali ke Posisi 1 Tangga Album Billboard
- Mantan Rapper TOP Dikritik atas Perannya di ‘Squid Games 2’