Rabu, 20 Nov 2024, 01:15 WIB

Xi Jinping: AI Seharusnya Bukan Permainan Negara-negara Kaya

Presiden Tiongkok, Xi Jinping

Foto: Ludovic MARIN/AFP

RIO DE JANEIRO – Presiden Tiongkok, Xi Jinping, pada hari Senin (18/11), memperingatkan dalam KTT G20, di Rio de Janeiro, bahwa kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) seharusnya tidak menjadi permainan negara kaya dan orang kaya.

Dikutip dari The Straits Times, kantor berita pemerintah, Xinhua, melaporkan Xi juga menyerukan tata kelola dan kerja sama internasional yang lebih baik dalam bidang AI.

Sebelumnya pada hari itu, Xi memuji dukungan Tiongkok bagi negara-negara berkembang dan menjanjikan lebih banyak inisiatif bantuan, termasuk mengusulkan inisiatif dengan tiga anggota G20 lainnya untuk membantu negara-negara berkembang memperoleh akses yang lebih baik terhadap inovasi ilmiah dan teknologi.

Pada sesi tentang reformasi lembaga tata kelola global, pemimpin Tiongkok itu memperingatkan terhadap proteksionisme atas nama pembangunan hijau dan rendah karbon, merujuk pada tarif pada produk Tiongkok seperti kendaraan listrik dan biodiesel yang diberlakukan oleh anggota G20 yang khawatir transisi hijau ekonomi mereka dapat membuat mereka bergantung pada Tiongkok.

Sementara itu, pakar keamanan siber dari Lembaga Riset Keamanan Siber Indonesia CISSReC, Pratama Persadha, mengemukakan regulasi kecerdasan buatan harus mencakup perlindungan data yang ketat, termasuk pengaturan khusus untuk penggunaan data pribadi dalam pengembangan AI dan penerapan standar enkripsi dan teknik anonimisasi harus diwajibkan untuk melindungi data sensitif.

Aman dan Etis

Menurut Pratama, ada beberapa norma penting yang harus termaktub dalam peraturan perundang-undangan guna memastikan pengembangan dan penggunaan AI yang aman, etis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pratama lantas memandang penting sejumlah norma dalam regulasi AI, antara lain pengembang AI harus dapat memberikan penjelasan yang jelas tentang bagaimana sistem AI bekerja, termasuk penggunaan algoritma.

Selain itu, lanjut dia, adanya kewajiban untuk menginformasikan kepada pengguna ketika mereka berinteraksi dengan AI, khususnya dalam situasi yang berpotensi mempengaruhi hak atau keputusan pengguna.

Ia menegaskan regulasi juga harus mencakup perlindungan data yang ketat, termasuk pengaturan khusus untuk penggunaan data pribadi dalam pengembangan AI serta penerapan standar enkripsi dan teknik anonimisasi harus diwajibkan untuk melindungi data sensitif.

"AI harus dapat dievaluasi berdasarkan risiko yang dapat ditimbulkan, seperti risiko diskriminasi, bias algoritma, dan dampak sosial lainnya," kata Pratama.

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) PTIK ini mengutarakan regulasi juga harus melarang praktik AI yang mengeksploitasi kerentanan pengguna, seperti dalam iklan manipulatif atau penyalahgunaan data biometrik.

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan: