
UU Kesehatan Hapus Mandatory Spending, Bagaimana Agar Rakyat Tetap Diutamakan?

Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) menerima dokumen pandangan pemerintah dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kiri) disaksikan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kanan), Lodewijk Paulus (kedua kiri) saat Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Penghapusan mandatory spending dapat berdampak negatif terhadap akses, kualitas layanan, dan program-program kesehatan di Tanah Air.
Dwinanda Ardhi Swasono (He/him/his), King's College London dan Muhammad Wildan Rabbani Kurniawan, Harvard T.H. Chan School of Public Health
Indonesia termasuk salah satu negara yang mengimplementasikan konsep mandatory
spending atau belanja wajib minimal dalam anggaran negara.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Indonesia menerapkan mandatory spending untuk bidang pendidikan, kesehatan, transfer ke daerah, dan dana desa. Namun, dalam Undang Undang Kesehatan yang baru disahkan, mandatory spending (5% dari APBN, 10% dari APBD) untuk sektor kesehatan dihapus total.
Penghapusan mandatory spending ini menuai pro dan kontra.
Di satu sisi, dari perspektif pengelolaan anggaran, penghapusan mandatory spending membuat pemerintah lebih fleksibel mengatur anggaran sesuai prioritas pembangunan yang mungkin bisa berubah, baik karena tantangan internal maupun eksternal.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya