Transportasi Ramah Lingkungan Harus Dipacu
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan polusi udara harus menjadi momentum akselerasi penyediaan transportasi ramah lingkungan.
Ahmad Heri Firdaus menekankan mengurangi mobilitas masyarakat dengan work from home (WFH) justru kontraproduktif dengan pertumbuhan ekonomi regional, bahkan menekan potensi pertumbuhan sekitar 0,73 persen.
"Jadi, jangan seakan-akan menyalahkan mobilitas manusia terkait dengan polusi udara. Ini justru momentum bagus untuk membuat mobilitas masyarakat makin ramah lingkungan," ujarnya di Jakarta, Jumat pekan lalu.
- Baca Juga: Lifting Migas 2025 Ditargetkan 1.610 BOEPD
- Baca Juga: Tingkatkan Likuiditas Perbankan
Selain perlunya mendorong peningkatan angkutan transportasi umum dan transportasi perorangan, lanjut dia, polusi udara juga bisa menjadi pesan bahwa penjualan mobil dan sepeda motor berteknologi mesin bakar konvensional (ICE) sudah terlalu pesat.
"Perlu ada disrupsi dari teknologi-teknologi yang lebih ramah lingkungan, misalnya hybrid, plug-in hybrid (PHEV), juga mobil listrik berbasis baterai (BEV)," katanya.
Menurut dia, mobil dan motor listrik saat ini statusnya baru menambah pilihan konsumen, belum benar-benar mendisrupsi kendaraan berbasis ICE.
"Polusi udara bisa jadi kesempatan bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan di sektor EV untuk mempercepat penetrasi pasar," tuturnya.
Hal itu senada dengan riset sejumlah kalangan yang melansir bahwa penyebab buruknya kualitas udara Jakarta adalah sektor transportasi dengan persentase lebih dari 42 persen polutan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan tidak kurang dari 44 persen polusi udara disumbang dari emisi kendaraan bermotor, disusul industri 31 persen, manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen.
Tulang Punggung
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan transportasi merupakan tulang punggung ekonomi nasional, sebab tanpa adanya konektivitas maka kegiatan logistik tidak akan berjalan dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
"Dalam beberapa tahun terakhir infrastruktur di Tanah Air mengalami perbaikan tahun 2015 hingga 2021. Misalnya panjang jalan tol Indonesia sudah meningkat 18 persen, jumlah pelabuhan meningkat 4 persen, dan bandara meningkat 5 persen," kata Rasjid dalam keterangan di Jakarta, kemarin.
Namun menurut Arsjad itu semua tidak cukup untuk menjadikan Indonesia menjadi negara ekonomi maju dan sejahtera pada 2045. Masih ada tantangan konektivitas yang harus dihadapi oleh Indonesia, terlebih lagi negara kita yang memiliki daerah kepulauan yang tersebar di berbagai penjuru.
Arsjad juga mengatakan untuk mengatasi tantangan dan kendala tersebut diperlukan perencanaan infrastruktur multimoda yang matang.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Siapkan Pendanaan Rp20 Triliun untuk UMKM-Pekerja Migran
- 2 Kabar Gembira untuk Warga Jakarta, Sambung Air PAM Baru Kini Gratis
- 3 Usut Tuntas, Kejati DKI Berhasil Selamatkan Uang Negara Rp317 Miliar pada 2024
- 4 Pemkot Surabaya Mengajak UMKM Terlibat dalam Program MBG
- 5 Antisipasi Penyimpangan, Kemenag dan KPAI Perkuat Kerja Sama Pencegahan Kekerasan Seksual