Transisi Energi Bukan Tekanan dari Negara Maju
FABBY TUMIWA Direktur Eksekutif IESR - Kebergantungan pada energi fosil menyebabkan ekonomi Indonesia stagnan karena APBN tidak bisa terlalu ekspansif ke sektor produktif, habis tersedot membiayai subsidi dan kompensasi energi fossil.
Menkeu pada kesempatan itu menyatakan prinsip adil dan terjangkau penting dalam transisi energi. Sebab itu, Conference of The Parties (COP) yang merupakan konferensi perubahan iklim terus membahas prinsip tersebut.
"Tidak hanya retorika. Jika kita tidak mempersiapkan diri pada prinsip adil dan terjangkau secara nyata maka tidak akan ada kemajuan," kata Menkeu.
Menurut Fabby, transisi energi sebuah keharusan untuk menjamin keamanan pasokan energi di masa depan. Walaupun tujuan dari transisi energi adalah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari pembakaran bahan bakar fosil, tetapi sebaiknya tidak dicampur aduk dengan konteks perundingan perubahan iklim UNFCCC, yang memang memiliki dimensi yang lebih kompleks.
Kajian LCDI Bappenas, jelasnya, menunjukkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5,5 persen dan keluar dari middle income trap maka perlu ada langkah-langkah mitigasi GRK, salah satunya dari sektor energi yang akan menjadi penghasil emisi dominan di 2030, lebih tinggi dari sektor lahan.
"Untuk itu maka harus lebih banyak pasokan energi terbarukan dan efisiensi energi serta penurunan pembakaran energi fosil di sektor listrik, transportasi, dan industri," ungkap Fabby.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya