Transisi Energi Bukan Tekanan dari Negara Maju
FABBY TUMIWA Direktur Eksekutif IESR - Kebergantungan pada energi fosil menyebabkan ekonomi Indonesia stagnan karena APBN tidak bisa terlalu ekspansif ke sektor produktif, habis tersedot membiayai subsidi dan kompensasi energi fossil.
Deep Decarbonization of Indonesia Energy System tahun 2021 lalu menunjukkan bahwa dekarbonisasi sektor energi akan membuat biaya penyediaan energi lebih murah dan terjangkau dibandingkan dengan jika masih menggunakan energi fosil. Dengan biaya energi yang lebih murah maka belanja energi masyarakat dan bisnis serta subsidi energi pemerintah jauh lebih kecil. Keuntungan tersebut bisa dialihkan untuk belanja lain yang produktif yang akan memberikan feedback (umpan balik) pada sistem ekonomi.
"Saya menyarankan Menteri Keuangan berhenti menggunakan retorika bahwa transisi energi membebani perekonomian Indonesia. Faktanya selama ini, kebergantungan pada energi fosil menyebabkan ekonomi Indonesia stagnan karena APBN tidak bisa terlalu ekspansif ke sektor produktif, habis tersedot membiayai subsidi dan kompensasi energi fossil," tegas Fabby.
Kebijakan subsidi energi itulah yang membuat biaya untuk transisi energi justru lebih mahal. Hal itu ditambah dengan pemberian insentif kepada PLN untuk terus mempertahankan PLTU, sehingga enggan mengakselerasi energi terbarukan.
Pensiun Dini
Menkeu dalam keterangannya mengatakan Indonesia sedang mendesain rencana pensiun dini terhadap tiga Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Untuk memberhentikan PLTU tersebut, pemerintah memberlakukan pengurangan kontrak secara bertahap, salah satunya kepada pembangkit listrik independen (Independent Power Producer/IPP).
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya