Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tradisi Menyambut Lebaran di Cirebon

Foto : koran jakarta/teguh raharjo
A   A   A   Pengaturan Font

Sepekan lagi Idul Fitri. Di Jawa Barat (Jabar) banyak daerah menyambut datangnya Idul Fitri dengan acara adat setempat. Di wilayah lainnya juga banyak acara menyambut Lebaran yang dibalut dengan unsur budaya setempat. Mirip satu dengan yang lainnya.

Perayaan Lebaran yang sangat kental dengan nuansa kebudayaan di Jabar dapat dijumpai di wilayah Cirebon. Maklum, meski kota kecil, Cirebon memiliki empat keraton yang memberikan cirri khas tersendiri setiap merayakan hari keagamaan, khususnya Idul Fitri.

Dua keraton di Kota Cirebon melaksanakan Gerebeg Syawal, namun waktunya berbeda-beda. Jika Keraton Kanoman Cirebon melaksanakan Gerebek Syawal seminggu setelah Idul Fitri, sementara Keraton Kasepuhan Cirebon berbeda dua hari setelah Kanoman. Sebelumnya keluarga keraton melakukan puasa syawal selama tujuh hari sebelum melaksanakan Gerebek Syawal.

Dua keraton ini sebelumnya memang menyatu, namun sejak 1677 Keraton Cirebon sudah dibagi menjadi dua, yakni Kanoman dan Kasepuhan. Tapi untuk Gerebeg Syawal, Kanoman merayakannya lebih dulu.

Tradisi ini dilakukan dengan mengunjungi makam para leluhur keraton di kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati Cirebon. Para sultan dan keturunannya akan bersama-sama menuju makam Sunan Gunung Jati.

Tradisi berziarah ke makam Sunan Gunung Jati tersebut bukan hanya dilakukan keluarga keraton. Warga yang memiliki keturunan atau leluhur yang dimakamkan di kompleks pemakaman Gunung Jati pun ikut melakoni tradisi tersebut.

Tradisi Gerebek Syawal dimulai pada 1570, setelah Fatahillah, menantu Sunan Gunung Jati wafat. Di Cirebon, Gerebek Syawal tak cuma berziarah saja, tapi juga menjadi ajang silaturahmi antara keluarga keraton dengan warga.

Pada momen itu, warga bisa makan bersama keluarga keraton yang dipimpin istri-istri kuwu atau kepala desa se-Cirebon. Pada tradisi makan bersama keluarga keraton ini, peran istri para kuwu sangat penting memimpin warganya. Istri para kuwu wajib melayani warga yang ikut dalam tradisi Gerebek Syawal. Biasanya ribuan orang akan mengikuti tradisi ini.

Pada hari pelaksanaan, sejak pagi secara bergelombang warga Cirebon, bahkan hingga luar Cirebon dan luar Pulau Jawa akan datang memadati pelataran komplek makam. Mereka menunggu kedatangan Sultan Kanoman Pangeran Raja Muhammad Emirudin beserta keluarga keraton. Warga yang hadir akan senang bisa mendekat bahkan berusaha untuk menyentuh keluarga keraton, khususnya Raja.

Biasanya Sultan beserta istrinya Ratu Dian Astuti serta kerabatnya seperti Pangeran Patih Pangeran Raja Mohamad Kodiran, Ratu Raja Arimbi Nurnita langsung memasuki Gedong Jinem atau makam Sunan Gunung Jati yang berada di lokasi tertinggi melewati sejumlah pintu yaitu Pasujudan, Kandok, Pandan, Soko, Kaca, Bacem, dan Gusti.

Rombongan Keraton Kanoman lalu secara bertahap melakukan dzikir dan doa di sejumlah gedong lainnya seperti makam Mbah Kuwu Cirebon atau Pangeran Cakrabuana, Panembahan Pasarean, Panembahan Sedang Kemuning, Panembahan Ratu Carbon, Panembahan Made Gayam, Panembahan Girilaya, dan makam Sultan Anom I sampai XI.

Sultan kemudian melintasi Pintu Mreggu yaitu areal peribadatan keturunan warga Tionghoa yang sengaja dibangun untuk menghormati Putri Ong Tien, istri Sunan Gunung Jati.

Usai melakukan ritual doa dan dzikir, Sultan dan rombongan beristirahat di Bangsal Pasanggrahan sambil menikmati hidangan khas Cirebon. Sementara itu Gusti Patih Pangeran Raja Mohamad Kodiran dan Pangeran Kumisi melakukan tradisi sawer kepada warga.

Gamelan Sekaten di Kasepuhan

Meski didahului Keraton Kanoman dalam menyambut Lebaran, Keraton Kasepuhan, juga mendahului perayaan Idul Fitri dengan membunyikan seperangkat gamelan, yang dikenal dengan Sekaten.

Suara musik gamelan akan terdengar di area Siti Inggil Keraton Kasepuhan Cirebon, yang menandai datangnya Idul Fitri. Musik gamelan ini menjadi bentuk perayaan umat muslim di hari kemenangan. Gamelan Sekaten ini memang selalu ditabuh setiap Idul Fitri dan Idul Adha.

Kerabat Keraton Kasepuhan melaksanakan sholat dua kali, yakni di dalam keraton, khusus bersama keluarga, dan di masjid luar keraton yakni Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Gamelan dibunyikan saat setelah Sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Gamelan Sekaten merupakan bagian dari media dakwah Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam di Cirebon. Saat itu, masyarakat yang melihat dan mendengarkan Gamelan Sekaten harus membayar. Namun, masyarakat tidak membayar dengan uang, melainkan dengan menyebutkan dua kalimat Syahadat. tgh/R-1

Berbagi Makanan Tukar Rantangan

Yang umum dilakukan dimasyarakat dan mungkin terjadi diseluruh wilayah Indonesia, adalah saling berkirim makanan. Di Jawa Barat atau di masyarakat Sunda, tradisi berkirim makanan sering disebut anjang-anjangan. Intinya bertamu sambil membawa makanan oleh-oleh, biasanya dimakan bersama-sama.

Warga Cirebon menyebut tradisi itu sebagai Tradisi Ancak. Desa Trusmi di Kabupaten Cirebon adalah yang masih menjaga tradisi ini. Desa yang merupakan sentra industri batik di Cirebon tersebut merupakan satu-satunya desa yang melakukan tradisi saling berbagi makanan di Cirebon.

Biasanya satu hari menjelang Lebaran hampir seluruh masyarakat di Trusmi melakukan tradisi tersebut, makanan yang dibagikan biasanya berupa nasi, tahu, tempe dan ikan, sangat sederhana.

Nasi dan lauk pauk dalam tradisi ancak tersebut diletakkan dalam nampan yang kemudian dikumpulkan di Pendopo Desa. Satu keluarga, satu nampan. Tapi bagi yang mampu, bisa memberi lebih dari satu nampan, dengan lauk yang lebih beragam.

Setelah terkumpul, maka makanan tersebut akan didoakan oleh sesepuh desa, agar diberkati. Selanjutnya makanan itu akan kembali dibagikan kepada masyarakat secara merata, dalam ukuran satu takir atau satu piring. Untuk berbuka puasa di hari terakhir atau malam Idul Fitri.

Nilai yang terkandung dalam tradisi ini adalah nilai-nilai mengenai rasa kebersamaan dan saling berbagi, selain itu tradisi ini dapat memberikan nuansa suka cita saat Lebaran.

Bagi-bagi makanan ini juga terjadi di Subang, namanya tukar rantang. Jadi, warga akan bersilaturahmi sambil membawa rantang yang berisi makanan dan terkadang uang atau bahan mentah.

Tradisi tukar rantang dilakukan di antara saudara dekat. Biasanya saudara paling muda yang mendahului, memberi hantaran yang berisi makanan seperti nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Termasuk di dalamnya ada ayam panggang.

Warga yang mengantarkan rantangan, pulangnya tidak membawa tangan kosong, karena juga akan dibekali dengan rantangan juga. Isinya bisa sama saja, nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Selain membalas dengan lauk pauk, biasanya ada pula angpau yang disisipkan. Angpau biasanya diberikan kepada anak kecil yang ikut saat mengantar hantaran.

Nah, saat lebaran memang waktunya anak-anak untuk mengumpulkan uang baru melalui tradisi hantaran ini. Lebaran meriah, kantong tebal. Jika di Cirebon dilakukan sehari sebelum Lebaran, di Subang atau daerah lainnya di Jabar, hantaran dilakukan seminggu sebelum Lebaran. Biasanya pada tanggal ganjil Ramadan atau disebut likuran. n tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top