Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
WAWANCARA

Toeti Heraty Noerhadi Roosseno

Foto : KORAN JAKARTA/Muhaimin A. Untung
A   A   A   Pengaturan Font

Bisa juga itu tergerak oleh buku yang sempat saya bahas habishabisan waktu menulis skripsi psikologi, yaitu tentang feminisme yang ditulis Simon de Buffer. Bisa jadi tergerak juga untuk mencari kebebasan maka saya pindah ke Jakarta. Ketika pindah ke Jakarta, saya membawa satu dari empat anak yang masih kecil, belum sekolah. Sedang yang tiga, tunggu naik kelas dulu.

Di Jakarta, saya menyewa pavilun kecil, yang ternyata dekat dengan balai budaya. Saya sering ke balai budaya dan bertemu dengan seniman-seniman dari Bandung yang sudah saya kenal sebelumnya. Hal itu membuka cakrawala dan suasana di Jakarta sangat mendukung karena pada waktu itu tahun 1966, yaitu awal Orde Baru. Di sanalah saya mulai menulis puisi.

Ketika baru pindah dari Bandung, apa pekerjaan Anda di Jakarta?

Ayah saya mengatakan kamu kelihatan pengangguran. Ayo ikut saya. Ayah saya, waktu itu menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan tidak sempat mengurusi perusahaan yang didirikan pada 1951. Ketika diserahkan kantor tersebut, saya kurang paham mengurusnya. Bidang saya kedokteran, psikologi, terus puisi, kok harus pegang satu kantor perusahaan di bidang hukum.

Sebagai anak perempuan yang pernah mengecewakan orang tua sebab saya pindah-pindah, dari kedokteran ke psikologi, maka saya lakukan itu. Akhirnya, perusahaan itu saya pegang, berkembang kemudian menjadi tulang punggung keuangan keluarga hingga kini. Saya memegang kantor itu dari tahun 1966 hingga 2017. Kalau tidak salah sudah 51 tahun. Kantor itu menjadi kantor ranking 1 di bidang Hak Kekayaan Intelektual (Haki).
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top