Nasional Luar Negeri Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona Genvoice Kupas Splash Wisata Perspektif Edisi Weekend Foto Video Infografis
WAWANCARA

Toeti Heraty Noerhadi Roosseno

Foto : KORAN JAKARTA/Muhaimin A. Untung
A   A   A   Pengaturan Font

Salah seorang tokoh budaya yang masih hidup, Toeti Heraty Noerhadi Roosseno, belum lama ini menerima Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Joko Widodo. Toeti adalah satu dari delapan tokoh yang menerima penghargaan karena dinilai sudah banyak berjasa kepada bangsa dan negara di bidang budaya.

Semasa muda hingga kini, Toeti selalu merasakan "keresahan" dan berusaha melepaskan diri dari kemapanan. Penyair perempuan yang juga filsuf ini mengaku sejak kecil sudah senang membaca dan menulis serta tak pernah berhenti untuk belajar, baik secara formal maupun melalui pergaulannya di bidang seni dan budaya.

Untuk mengetahui seperti apa sepak terjang kekaryaan dan perjuangannya sehingga pada usia senja dia menerima Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma, wartawan Koran Jakarta, Frans Ekodhanto, berkesempatan mewawancarai Toeti Heraty Noerhadi Roosseno, di Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.

Kenapa Anda memilih jalur kesenian, kebudayaan, dan filsafat?

Sebetulnya saya tidak memilih, saya hanya menjalani kuliah di Fakultas Kedokteran karena di keluarga ada tradisi mendalami ilmu eksakta. Ayah saya ahli beton bertulang dan konstruksi besi, jadi kuat dalam matematika dan mekanika. Itu dipertahankan dalam keluarga.

Mengambil Fakultas Kedokteran sebetulnya bukan pilihan mutlak saya. Karena saya juga unggul dalam matematika, tapi saya senang sekali membaca. Sebetulnya, matematika dan membaca itu dua hal yang berbeda. Yang satu ke angka, yang ini ke bahasa. Berarti dari awal sudah ada kontradiksi.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top