Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Emisi Gas Rumah Kaca

Tarif Pajak Karbon Harus Mampu Mengubah Perilaku Pebisnis Beralih ke EBT

Foto : ISTIMEWA

SITI SHARA Peneliti Keuangan Iklim dan Energi Perkumpulan AEER - Jika pungutan emisi karbon terlalu rendah, para pebisnis tidak merasa terbebani sehingga mereka terus melanjutkan kegiatan bisnis batu bara mereka yang menghasilkan dampak lingkungan yang sangat besar.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Keputusan pemerintah menunda penerapan pungutan pajak karbon dari awal April ke Juni tahun ini, harus jadi momentum untuk merumuskan tarif yang betul-betul sepadan dengan tarif global. Selain kompetitif dengan tarif global, pungutan pajak karbon itu diharapkan bisa mencapai tujuannya untuk mengubah perilaku pelaku bisnis agar beralih memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan.

Peneliti Keuangan Iklim dan Energi Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Siti Shara, yang diminta pendapatnya mengatakan tarif pajak karbon yang ditetapkan pemerintah memang terlalu rendah yakni 30 rupiah per kilogram (kg) CO2e, sangat jauh dari rekomendasi Bank Dunia dan IMF untuk negara berkembang yang berkisar antara 35 dollar AS hingga 100 dollar AS per ton.

Dengan tarif yang terlalu murah, papar Siti, penerapan pajak karbon menjadi kurang efisien karena tidak terlalu berdampak signifikan pada eksternalitas biaya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Sedangkan tujuan utama penerapan pajak karbon adalah mengubah perilaku pebisnis untuk beralih ke aktivitas ekonomi yang rendah karbon.

"Jika pungutan emisi karbon terlalu rendah, para pebisnis tidak merasa terbebani sehingga mereka terus melanjutkan kegiatan bisnis batu bara mereka yang menghasilkan dampak lingkungan yang sangat besar. Mereka enggan beranjak dari bisnis tersebut dan melangkah ke energi terbarukan," tegas Siti.

Tarif yang terlalu rendah juga tidak dapat menutupi biaya ekonomi yang dihasilkan dari dampak emisi karbon yang harus ditanggung pemerintah dan masyarakat, bahkan dampak perubahan iklim yang sedang mengancam.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top