Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Setop Caci-maki dengan Menjunjung Tinggi Pancasila

A   A   A   Pengaturan Font

Selama 30 tahun lebih Orde Baru, Pancasila dijadikan alat melanggengkan status quo. Bola politik yang semakin panas pascareformasi juga masih menggunakan Pancasila sebagai bagian permainan politik. Dasar negara yang semestinya sakral, dipandang sebagai perangkat negara yang bisa dijadikan alat kekuasaan.

Maka, tak heran kemudian jika banyak masyarakat yang hafal lima butir Pancasila, namun tidak memahami, apalagi melaksanakannya. Di ruang kosong kesadaran tentang sakralitas Pancasila, masyarakat mudah disusupi ideologi-ideologi lain yang dianggap lebih ideal, benar, dan sakral.

Ideologi lain yang merongrong Pancasila bukan hanya persoalan pendirian negara Islam atau menjadikan negara ini berdasarkan syariat yang sifat sebenarnya masih lokal. Bersamaan dengan globalisasi dan pesatnya pemakaian internet, hadir pula ideologi transnasional seperti khilafah dan ISIS. Keduanya menjadikan Islam sebagai basis, namun pola gerakannya berjejaring di berbagai negara. Ideologi transnasional ini bergerak berdasarkan gerakan global yang saling menyambung (hlm 173).

Buku ini melihat pemahaman sebagian umat Islam terhadap Pancasila dirancukan dengan kebenaran agama yang diyakini. Mudahnya mereka bersipati dengan sesama umat Islam di negara lain dan di saat yang sama apatis dengan sesama warga setempat merupakan bukti akutnya konfrontasi antara ideologi keberagamaan dan kebangsaan dalam pikiran. Mencaci saudara sebangsa atas dasar dalil agama, menunjukkan bahwa Pancasila tidak lagi jadi parameter dalam kehidupan bernegara.

Buku mengingatkan, Pancasila dirumuskan tokoh-tokoh pejuang Islam. Lima butir sila dalam Pancasila disarikan dari ajaran-ajaran Islam juga yang dipadukan dengan kearifan lokal. Menegasikan Pancasila sebagai pegangan hidup berbangsa, atau malah tidak menganggapnya tidak islami, merupakan pengingkaran terhadap Islam itu sendiri (hlm 54).
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top